SISTEM
PERTANIAN TERPADU
“Peternakan
Dan Perkebunan”
OLEH
:
AGIS
CAHYONO. W
L1A1
11 025
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem
pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi
energi sehingga dapat dipanen secara seimbang.Pertanian melibatkan makhluk
hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu
serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada
pengikatan bahan organik didalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah
dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar
proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka
sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan.Pada kawasan tersebut
sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan.
Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki
ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah
karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya.Disamping akan terjadi
peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas
dan efisiensi produksi akan tercapai.
Integrasi kelapa sawit dan sapi merupakan suatu sistem
usaha tani tanaman perkebunan dan ternak yang potensial dikembangkan di
Indonesia karena didukung oleh luas pertanaman kelapa sawit sekitar 7 juta
hektar dan kesesuaian adaptasi ternak sapi yang baik. Kebutuhan daging sapi
yang sampai saat ini belum swasembada dan sebagian masih diimpor dapat ditingkatkan
populasi dan produktivitasnya melalui integrasi dengan perkebunan kelapa sawit.
Integrasi ini juga dapat meningkatkan efisiensi usaha pada perkebunan kelapa
sawit. Sinergi positif yang dapat dicapai dari integrasi sapi dengan kelapa
sawit adalah dapat menjamin suplai pakan bagi ternak sapi, penghematan
penggunaan pupuk anorganik bagi tanaman kelapa sawit dan penghematan tenaga
kerja dalam pengangkutan TBS kelapa sawit dan tenaga pencari rumput untuk pakan
sapi. Dengan adanya integrasi, permasalahan limbah ternak sapi dan limbah
kegiatan agribisnis kelapa sawit bukan saja dapat dikurangi atau dihilangkan
sama sekali, namun juga memberikan nilai tambah bagi seluruh pelaku usaha.
Usahatani integrasi ternak sapi dengan kelapa sawit ke depan juga dapat menyehatkan
lahan-lahan pertanian melalui pengembangan penggunaan pupuk organik dan dapat
meningkatkan nilai tambah produk CPO sebagai produk organik yang ramah
lingkungan. Dengan integrasi tersebut maka akan tercipta sentra pertumbuhan
peternakan baru dimana komoditi ternak dapat saja menjadi unggulan (solely)
atau komoditi ternak hanya sebagai penunjang (mix faming). Tetapi bisa
saja terjadi, ternak yang tadinya sebagai unsur penunjang kemudian secara
bertahap menjadi unsur utama atau sebalikya.
B.
Tujuan
dan Manfaat
Tujuan
yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui hubungan
system pertanian terpadu antara peternakan dan perkebunan.
Adapun
manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui
hubungan system pertanian terpadu antara peternakan dan perkebunan.
II.
PEMBAHASAN
A. Sistem
Pertanian Antara Sapi dan Sawit
Pola Penanaman Kelapa sawit
Pola tanam kelapa sawit dapat monokultur ataupun tumpangsari
dan polikultur. Pada pola tanam monokulltur, sebaiknya penanaman tanaman
kacang-kacangan (LCC) sebagai tanaman penutup tanah dilaksanakan segera setelah
persiapan lahan selesai. Tanaman penutup tanah (legume cover crop atau LCC)
pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki
sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan
kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Sedangkan
pada pola tanam tumpangsari tanah diantara tanaman kelapa sawit sebelum
menghasilkan dapat ditanami tanaman jagung , ternak sapi dan kolam ikan lele.
a. Pengajiran
Maksud pengajiran adalah untuk menentukan tempat yang akan
ditanami kelapa sawit sesuai dengan jarak tanam yang dipakai. Ajir harus tepat
letaknya, sehingga lurus bila dilihat dari segala arah, kecuali di daerah teras
dan kontur. Sistem jarak penanaman yang digunakan adalah segitiga sama sisi,
dengan jarak 9x9x9 m. Dengan sistem segi tiga sama sisi ini, pada arah Utara –
selatan tanaman berjarak 8,82 m dan jarak untuk setiap tanaman adalah 9 m,
jumlah tanaman 143 pohon/ha.
b. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam
dibuat beberapa hari sebelum menanam. Ukurannya adalah 50x40x40 cm. Pada waktu
menggali lubang, tanah bagian atas dan bawah dipisahkan, masingmasing di
sebelah Utara dan Selatan lubang.
c. Cara Penanaman
Penanaman dilakukan pada awal
musim hujan, setelah hujan turun dengan teratur. Adapun tahapan penanaman
sebagai berikut :
1. Letakkan bibit yang berasal dari
polibag di masing-masing lubang tanam yang sudah dibuat.
2. Siram bibit yang ada pada polybag
sehari sebelum ditanam agar kelembaban tanah dan persediaan air cukup untuk
bibit.
3. Sebelum penanaman dilakukan
pemupukan dasar lubang tanam dengan menaburkan secara merata pupuk fosfat
seperti Agrophos dan Rock Phosphate sebanyak 250 gr/lubang.
4. Buat keratan vertikal pada sisi
polybag dan lepaskan polybag dari bibit dengan hati-hati, kemudian dimasukkan
ke dalam lubang.
5. Timbun bibit dengan tanah galian
bagian atas (top soil) dengan memasukkan tanah ke sekeliling bibit secara
berangsur-angsur dan padatkan dengan tangan agar bibit dapat berdiri tegak.
6. Penanaman bibit harus diatur
sedemikian rupa sehingga permukaan tanah polybag sama ratanya dengan permukaan
lubang yang selesai ditimbun, dengan demikian bila hujan, lubang tidak akan
tergenang air.
7. Pemberian mulsa sekitar tempat tanam
bibit sangat dianjurkan.
e. Teknik dan Cara penanaman
Masukkan bibit ke dalam lobang dengan hati-hati dan kantong
plastik dibuka. Lobang ditimbun dengan tanah, tidak boleh diinjak-injak agar
tidak terjadi kerusakan. Bibit yang tingginya lebih dari 150 cm, daunnya
dipotong untuk mengurangi penquapan. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal
musim penghujan.
Pelepah
dan Daun Kelapa Sawit
Pelepah dan Daun Kelapa Sawit dapat dijadikan sebagai pakan
berserat ternak ruminansia dengan cara dichopper (dicacah) terlebih dahulu dan
dilayukan selama satu malam.
Lumpur Sawit
Lumpur hasil agroindustri pengolahan kelapa sawit dapat
dijadikan sebagai pengganti bekatul sampai 80% dengan cara melakukan
pengeringan lumpur sawit dan digiling menjadi tepung.
Serat
Sawit
Serat buah kelapa sawit dapat dijadikan sebagai sumber bahan
baku pakan berserat dengan cara difermentasi. Proses fermentasi serat sawit
sama dengan proses fermentasi jerami padi sebagai berikut :
Proses
Fermentasi Serat Sawit :
1)
Serat
Sawit ditumpuk dan dipadatkan dengan cara dinjak-injak dengan ketinggian 50cm
pada sebuah wadah dari kayu dengan dinding papan yang tidak rapat (untuk
sirkulasi udara) pada lokasi ternaungi.
2)
Diatas
tumpukan tersebut diperciki tetes tebu sebanyak 2 liter/ton (bila tidak ada
tetes tebu dapat digunakan urea sebanyak 0,3% dari berat serat sawit), lumpur
hasil samping agroindustri kelapa sawit sebanyak 5% dari total serat sawit dan
atau Probiotik.
3)
Diatas
tumpukan pertama diberi lagi serat sawit dan dipadatkan dengan cara
dinjak-injak dengan ketinggian 50cm serta diperciki tetes tebu sebanyak 2
liter/ton (bila tidak ada tetes tebu dapat digunakan urea sebanyak 0,3% dari
berat serat sawit), lumpur hasil samping agroindustri kelapa sawit sebanyak 5%
dari total serat sawit dan atau Probiotik.
4)
Perlakuan
yang sama dilakukan sampai terbentuk beberapa tumpukan (tinggi minimal tumpukan
adalah 1,5 meter).
5)
Setelah
terbentuk tumpukan yang dimaksud, dilakukan penyiraman untuk lasti kadar air
tumpukan min 60% (kondisi yang baik untuk pertumbuhan mikroba fermentor)
Lakukan penutupan bagian atas tumpukan dengan karung lastic atau kardus atau
daun lebar.
6)
Biarkan
terjadi proses fermentasi selama 14 – 21 hari.
7)
Setelah
14 – 21 hari, tumpukan dibongkar dan dikeringkan atau diangin-anginkan sampai
kering sebagai stok pakan atau dapat juga langsung diberikan sebagai pakan
berserat untuk ternak ruminansia.
Integritas Sapi dengan Sawit
Peternakan sapi di sekitar
perkebunan kelapa sawit dimulai dalam bentuk penggembalaan bebas untuk
memanfaatkan ketersediaan hijauan berbentuk gulma di bagian bawah tanaman
kelapa sawit. Awaludin dan Masurni (2004) melaporkan bahwa pada tahun 2002,
terdapat 214 perkebunan kelapa sawit di Malaysia telah melaksanakan sistem
integrasi dengan 127.589 ekor sapi dalam program pengendalian hama terpadu pada
kebun kelapa sawit. Hasilnya, usaha penggemukan sapi dapat menekan perkembangan
gulma sampai 77% sehingga dapat menghemat biaya pengendalian gulma pada
perkebunan kelapa sawit.
Dalam proses pengolahan minyak sawit (CPO) dihasilkan limbah
cairan yang sangat banyak, yaitu sekitar 2,5 m3/ton CPO yang dihasilkan. Limbah
ini mengandung bahan pencemar yang sangat tinggi, yaitu. ‘biochemical oxygen
demand’ (BOD) sekitar 20.000‑60.000 mg/l (Wenten, 2004). Pengurangan bahan
padatan dari cairan ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat decanter, yang
menghasilkan solid ‘decanter atau lurnpur sawit. Bahan padatan ini berbentuk
seperti lumpur, dengan kandungan air sekitar 75%, protein kasar 11‑14% dan
lemak kasar 10‑14%. Kandungan air yang cukup tinggi, menyebabkan bahan ini
mudah busuk. Apabila dibiarkan di lapangan bebas dalam waktu sekitar 2 hari,
bahan ini terlihat ditumbuhi oleh jamur yang berwarna kekuningan. Apabila
dikeringkan, lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa sangat kasar dan
keras. Banyak penelitian telah dilaporkan tentang penggunaan lumpur sawit
sebagai bahan pakan ternak ruminansia maupun non‑ruminansia. Berdasarkan
percobaan yang dilakukan pada ternak sapi, pemberian lumpur sawit yang dicampur
dengan bungil inti sawit dengan perbandingan 50:50 adalah yang terbaik untuk
pertumbuhan sapi. Dilaporkan bahwa sapi droughtmaster yang digembalakan di
padang penggembalaan rumput Brachiaria decumbens hanya mencapai
pertmbuhan 0,25 kg/ekor/hari, tetapi dengan penambahan lumpur sawit yang
dicampur dengan bungkil inti sawit, mampu mencapai pertmbuhan 0,81
kg/ekor/hari. keuntungan integrasi sapi dengan kelapa sawit adalah diperolehnya
output tambahan yaitu lebih banyak produksi TBS dan Crude Palm Oil (CPO)
akibat pupuk organik, penghematan biaya pembuatan kolam limbah pabrik kelapa
sawit, penghematan biaya transportasi TBS, penghematan biaya pupuk karena
menggunakan pupuk organik sendiri, penghematan pembuatan dan pemeliharaan
jalan, pertambahan bobot hidup sapi dengan biaya murah karena pakan limbah yang
murah, dan kebersihan lingkungan.
Peternakan sapi di sekitar perkebunan kelapa sawit dimulai dalam bentuk
penggembalaan bebas untuk memanfaatkan ketersediaan hijauan berbentuk gulma di
bagian bawah tanaman kelapa sawit. Awaludin dan Masurni (2004) melaporkan bahwa
pada tahun 2002, terdapat 214 perkebunan kelapa sawit di Malaysia telah
melaksanakan sistem integrasi dengan 127.589 ekor sapi dalam program
pengendalian hama terpadu pada kebun kelapa sawit. Hasilnya, usaha penggemukan
sapi dapat menekan perkembangan gulma sampai 77% sehingga dapat menghemat biaya
pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit.
Beberapa hasil penelitian integrasi sapi dengan kelapa sawit
yang secara garis besar menguntungkan petani/peternak maupun pemilik perkebunan
kelapa sawit. Mengapa integrasi ini perlu dan mendesak untuk dilakukan di
perkebunan kelapa sawit, Chaniago (2009) menguraikan beberapa alasan tentang
hal tersebut sebagai berikut:
a.
Hambatan
utama pengembangan populasi sapi adalah pakan yang cukup dan berkualitas,
sedangkan agribisnis kelapa sawit dapat menyediakan pakan sapi berkualitas lebih
dari cukup. Integrasi sapi dalam kawasan kebun sawit akan dapat mendorong
pencapaian swasembada daging dalam waktu yang relatif singkat.
b.
Integrasi
menggunakan lahan usahatani yang semakin terbatas secara lebih efisien. Satu
lokasi lahan dapat digunakan untuk beberapa komoditi pertanian.
c.
Lahan
pertanian sudah sangat lelah (fatique soil), miskin akan bahan organik,
sehingga sulit untuk mempertahankan produktivitasnya. Dengan adanya sapi di
kawasan kebun sawit, maka faeces sapi bersama dengan tandan kosong sawit,
limbah organik lainnya, dan limbah cair pabrik kelapa sawit bisa diolah menjadi
pupuk organik untuk memupuk kelapa sawit sehingga kesuburan lahan dapat
dipertahankan dan bahkan ditingkatkan untuk meningkatkan produksi TBS.
d.
Untuk
meningkatkan kelenturan dan efisiensi usaha bila terjadi kegoncangan harga TBS
seperti yang terjadi beberapa kali, terakhir terjadi pada akhir tahun 2008 dan
awal 2009. Hasil usaha ternak sapi yang harganya selalu meningkat bisa
meningkatkan neraca usaha. Saat ini dalam persaingan yang semakin ketat dalam
usaha agribisnis kelapa sawit, usaha integrasi dapat membantu keberlangsungan
agribisnis kelapa sawit.
e.
Telah
terlihat trend yang sangat kuat peningkatan permintaan akan bahan pangan
organik, maka permintaan dan penggunaan pupuk organik akan semakin meningkat.
Pupuk organik yang dihasilkan dapat digunakan sendiri dan kelebihannya dapat
dijual untuk memenuhi permintaan pasar yang memberikan tambahan pendapatan.
Dengan penggunaan pupuk organik sepenuhnya maka produksi CPO menjadi bahan
pangan organik yang diminati oleh konsumen.
f.
Harga
pupuk anorganik terus meningkat, ketersediaannya semakin terbatas dan banyak
terjadi pemalsuan pupuk, sehingga dengan pupuk organik ketersediaan pupuk akan
terjamin baik kualitas maupun suplainya yang harganya relatif lebih murah
dibanding pupuk anorganik.
B. Sistem
Pertanian Antara Sapi dan Kelapa
Dalam sistem integrasi ternak dan tanaman perkebunan, pada
prinsipnya teknologi yang diintroduksikan mencakup teknologi pengolahan limbah
tanaman perkebunan untuk pakan ternak dan pengelolaan kotoran ternak untuk
pupuk organik.
Inovasi
teknologi yang dapat dikembangkan dalam integrasi ternak ruminansia- tanaman
kelapa selain dari pemanfaatan hasil ikutan industri pengolahan
kelapa (ampas basah, pelepah kelapa dan bungkil kelapa) sebagai pakan ternak,
pemanfaatan lahan di bawah pohon sangat potensial untuk pengembangan tanaman
hijauan pakan dan padang pengembalaan ternak.
Pemanfaatan lahan di bawah tegakan pohon kelapa melalui
introduksi beberapa jenis rumput unggul dengan pola tanaman campuran dengan
leguminosa herba dapat beradaptasi baik dan memberikan respon positip terhadap
peningkatan produktivitas bahan segar. Tanaman campuran rumput unggul Panicum
maximum dan leguminosa Centrocema pubecens memberikan produksi bahan segar 24
ton/ha dan 0,5 ton/ha Pengembangan ternak sapi diantara kelapa
tidak mengakibatkan pengaruh buruk terhadap produksi kelapa dan sebaliknya
berpengaruh positip. Bila sapi dipelihara antara kelapa secara berkesinambungn
dapat memberikan 73 kg kotoran padat dan 34 kg kotoran cair yang sebanding
dengan 3 kg pupuk NPK/pohon/tahun. Pengaruh bahan oraganik kotoran sapi
terhadap kenaikan produksi akan terlihat setahun setelah tahun ke 4 sebesar
15,3-17,5%. Dalam pengujian daya tampung ternak kambing dengan kemampuan
produktivitas hijauan dalam 1 ha areal tanaman kelapa dengan pola 0,2 ha
ditanam rumput raja dan 400 patok pohon gamal sebagai pagar dan 0,6 ha tanaman
jagung dengan skala pemeliharaan kambing 8 ekor memberikan pertambahan bobot
badan harian sebesar 29 gr dan produksi pupuk kandang sekitar 0,5
kg/ekor/hari.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa ternak sapi dapat digembalakan secara bebas untuk memanfaatkan
ketersediaan hijauan berbentuk gulma di bagian bawah tanaman kelapa sawit. Pemberian
lumpur sawit yang dicampur dengan bungil inti sawit dengan perbandingan 50:50
adalah yang terbaik untuk pertumbuhan sapi.
Pengembangan ternak sapi diantara kelapa tidak
mengakibatkan pengaruh buruk terhadap produksi kelapa dan sebaliknya
berpengaruh positip. Bila sapi dipelihara antara kelapa secara berkesinambungn
dapat memberikan 73 kg kotoran padat dan 34 kg kotoran cair yang sebanding dengan
3 kg pupuk NPK/pohon/tahun. Pengaruh bahan oraganik kotoran sapi terhadap
kenaikan produksi akan terlihat setahun setelah tahun ke 4 sebesar 15,3-17,5%.
DAFTAR PUSTAKA
Chaniago, T. 2009. Perspektif
Pengembangan Ternak Sapi di Kawasan Perkebunan Sawit.