ABATTOIR
DAN TEKNIK PEMOTONGAN TERNAK
“RUMAH
POTONG UNGGAS (RPU)”
OLEH
:
AGIS
CAHYONO. W
L1A1
11 025
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan di Indonesia
ditekankan kepada pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang merupakan subyek
sekaligus obyek dalam proses pembangunan masyarakat Indonesia secara
keseluruhan. Tujuan tersebut akan dapat dicapai antara lain apabila kebutuhan
dasar manusia berupa pemenuhan gizi masyarakat Indonesia dapat terpenuhi. Dalam
hal ini kebutuhan akan protein perlu dipacu untuk mengimbangi kecukupan kalori
yang relatif lebih mudah untuk dicapai. Salah satu sumber protein adalah
protein hewani yang mengandung asam amino yang lebih mendekati susunan asam
amino yang dibutuhkan manusia, sehingga akan lebih mudah dicerna serta lebih
efisien pemanfaatannya (Sjamsul Bahri, 2002).
Akan tetapi pada kenyataanya pemenuhan gizi
masyarakat di Indonesia dapat dikatakan masih kurang, khususnya pemenuhan
kebutuhan akan protein. Masih rendahnya konsumsi daging ayam tersebut,
merupakan peluang bagi masyarakat untuk berkiprah dalam usaha peternakan ayam,
baik dalam skala kecil, menengah maupun besar.
Ayam broiler merupakan salah satu
penyumbang terbesar protein hewani asal ternak dan merupakan komoditas
unggulan.Industri ayam broiler berkembang pesat karena daging ayam menjadi
sumber utama menu konsumen.Daging ayam broiler mudah didapatkan baik di pasar
modern maupun tradisional.Produksi daging ayam broiler lebih besar dilakukan
oleh rumah potong ayam modern dan tradisional.Proses penanganan di RPA
merupakan kunci yang menentukan kelayakan daging untuk dikonsumsi. Perusahaan
rumah potong ayam (RPA) atau tempat pendistribusian umumnya sudah memiliki
sarana penyimpanan yang memadai, namun tidak dapat dihindari adanyakontaminasi
dan kerusakan selama prosesing dan distribusi.
Jumlah peternak ayam, khususnya jenis boiler di
Indonesia kini berkisar 80 hingga 100 ribu, mulai skala ternak ribuan hingga
yang ratusan bahkan jutaan
ekor.
Sementara produksi daging ayam potong nasional kini mendekati 900 juta ekor per
tahunnya, berarti untuk memenuhi konsumsi ideal perkapita bisa dinaikan tiga sampai
empat kali lipat. Oleh karena itu, industri yang menghasilkan
produk
daging ayam maupun olahan daging ayam masih diperlukan di Indonesia, mengingat
masih kurangnya konsumsi masyarakat akan protein hewani. Selain itu, industri
yang menghasilkan produk hewani jg dapat membantu para peternak
untuk
mendistribusikan hasil ternaknya.
Mengingat tingginya kewaspadaan
masyarakat terhadap keamanan pangan, menuntut produsen bahan pangan termasuk
pengusaha peternakan untuk meningkatkan kualitas produknya.Walaupun kualitas
karkas tergantung pada preferensi konsumen namun ada standar khusus yang
dijadikan acuan.Karkas yang layak konsumsi harus sesuai dengan standar SNI
mulai dari cara penanganan, cara pemotongan karkas, ukuran dan mutu,
persyaratan yang meliputi bahan asal, penyiapan karkas, penglolahan pascapanen,
bahan pembantu, bahan tambahan, mutu produk akhir hingga pengemasan.Untuk itu
perlu ada penerapan manajemen yang baik sejak masih di sektor hulu sampai ke
sektor hilir.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk mengetahui tentang prosedur pemotongan hewan di RPA.
Adapun manfaat dari
pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui tentang prosedur
pemotongan hewan di RPA.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Rumah pemotongan unggas adalah kompleks bangunan dengan desain dan
kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta
digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum. Unggas
yang dipotong adalah setiap jenis burung yang diternakkan dan dimanfaatkan
untuk pangan, termasuk ayam, bebek, kalkun, angsa, burung dara dan burung puyuh
(Anonimous, 2012).
RPA modern umumnya memiliki kelebihan jika
dibandingkan dengan RPA tradisional. Umumnya RPA modern memiliki produk karkas
yang lebih baik daripada RPA tradisional. Hal tersebut dikarenakan RPA
modern menggunakan alat yang lebih modern dalam memproses ayam menjadi
karkas. Contohnya adalah alat pemingsan, alat tersebut digunakan untuk
memingsankan ayam pada saat akan disembelih. Tujuannya untuk mengurangi stres
dan untuk mengurangi terjadinya patah pada sayap saat penyembelihan sehingga
karkas yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik (Anonimous, 2013).
Hazard Analyze Critical Control Point (HACCP)
adalah titik kritis yang dapat mempengaruhi kualitas suatu produk. HACCP
pada RPA meliputi bangunan, ruangan, dan peralatan yang digunakan.HACCP umunya
dilakukan pada RPA modern saja, dan hanya sedikit saja RPA tradisional yang
menerapkan HACCP. Hal tersbut dikarenakan kurangnya kesadaran pemilik atau
pengelola RPA tradisional.
Daging berkualitas baik ditentukan oleh faktor
perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan. (Indonesia Rumah Ternak, 2009) Daging
memiliki cita rasa yang enak di lidah pengkonsumsinya, hal ini dikarenakan
adanya marbling dalam daging tersebut. Marbling menjadikan daging terasa empuk
atau terasa “maknyos” dalam bahasa popular sekarang, karena berperan sebagai
bahan pelumas pada saat daging dikunyah dan ditelan, juga berpengaruh terhadap
sari minyak dan aroma dari pada keempukan daging tersebut. (Indonesia Rumah
Ternak, 2009) Pelaku bisnis yang terlibat dalam proses pemotongan ayam hingga
perdagangan daging ayam sangat banyak dan beragam tingkat pendidikannya,
sehingga penyimpangan dalam penanganan dan perdagangan daging ayam sering
ditemui di tempat Pemotongan Ayam (TPA) atau di pasar.
Lokasi Rumah Pemotongan Unggas perlu memenuhi syarat
sebagai berikut:
·
Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum
Tata Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) setempat dan/atau Rencana
Bagian Wilayah Kota (RBWK).
·
Tidak berada di bagian kota yang padat
penduduknya serta letaknya lebih rendah dari pemukimam penduduk, tidak
menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan.
·
Tidak berada dekat industri logam dan
kimia, tidak berada di daerah rawan banjir, bebas dari asap, bau debu dan
kontaminan lainya.
·
Memiliki lahan yang cukup luas untuk
pengembangan Rumah Pemotongan Unggas (SNI, 1999).
Kompleks Rumah Pemotongan Unggas minimal harus
terdiri dari bangunan utama, tempat penurunan unggas hidup (unloading),
kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan, tempat istirahat pegawai, tempat
penyimpanan barang pribadi (locker) atau ruang ganti pakaian, kamar
mandi dan WC, sarana penanganan limbah insenerator, tempat parkir, rumah jaga,
menara air, gardu listrik (SNI, 1999).
Pintu masuk unggas hidup sebaiknya terpisah dari
pintu keluar daging unggas. Dalam kompleks Rumah Pemotongan Unggas seyogyanya
dilengkapi dengan ruang pembekuan cepat (blast freezer), ruang
penyimpanan beku (cold storage), ruang pengolahan daging unggas,
laboratorium (SNI, 1999).
Ruang pembekuan cepat mempunyai alat pendingin yang
dilengkapi dengan kipas (blast freezer). Suhu di dalam ruang maksimum
adalah -35oC dengan kecepatan udara minimum 2 meter per detik (SNI, 1999).
III. PEMBAHASAN
Rumah potong unggas merupakan kompleks bangunan dengan desain
konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta
digunakan sebagai tempat pemotongan unggas bagi konsumsi masyarakat. Unggas yang
dipotong adalah setiap jenis burung yang diternakkan dan dimanfaatkan untuk
pangan, termasuk ayam, bebek, kalkun, angsa, burung dara dan burung puyuh.
Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan karkas unggas yaitu bagian tubuh
unggas setalah dilakukan penyembelihan, pencabutan bulu, dan pengeluaran
jeroan, baik disertakan atau tanpa kepala leher, dan/atau kaki mulai dari
tarsus dan/atau paru-paru dan ginjal. Karkas tersebut akan menghasilkan daging
unggas baik daging unggas segar, daging unggas dingin maupun daging unggas
beku.
Secara umum
ruang pemrosesan unggas tersebut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu daerah kotor
dan daerah bersih. Daerah kotor adalah daerah dengan tingkat pencemaran
biologik, kimiawi dan fisik yang tinggi sedangkan daerah bersih adalah daerah
dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan fisik yang rendah. Daerah kotor
meliputi kegiatan :
1.
Penurunan (unloading), pemeriksaan ante mortem dan
penggantungan unggas hidup
2. Pemingsanan
(stunning)
3.
Penyembelihan (killing)
4.
Pencelupan ke air panas (Scalding tank)
5.
Pencabutan bulu (defeathering)
6.
Pencucian karkas
7.
Pengeluaran jeroan (evisceration) dan pemeriksaan post
mortem
8.
Penanganan jeroan
Daerah bersih kegiatan yang dilakukan meliputi :
1.
Pencucian karkas
2.
Pendinginan karkas (chilling)
3.
Seleksi (grading)
4.
Penimbangan karkas (cutting)
5.
Pemotongan karkas (parting)
6.
Pemisahan daging dari tulang (deboning)
7.
pengemasan (packing) dan
8.
penyimpanan segar (chilling room). (SNI)
Persyaratan
Lokasi dan Sarana
RPU harus bersesuaian dengan
Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di
masing-masing daerah Kabupaten/Kota. Selain itu RPU tidak boleh berada di
bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih rendah dari pemukiman
penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan, tidak berada
di dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan banjir, bebas
dari asap, debu, bau dan kontaminan-kontaminan lain dan yang menjadi tidak
kalah pentingnya adalah luas lahan yang harus cukup luas untuk pengembangan
Rumah Potong Unggas (SNI).
Sarana yang harus dimiliki oleh RPU
diantaranya adalah sarana jalan yang baik yang dapat dilalui kendaraan
pengangkut unggas hidup dan daging unggas, sumber air yang cukup dan memenuhi
persyaratan baku mutu air minum sesuai dengan SNI 01-0220-1987, yang mana
persediaan air yang minimum harus disediakan yaitu 25-35 liter/ekor/hari,
selain itu harus memiliki tenaga listrik yang memadai, memiliki persediaan air
bertekanan 1,05 kg/cm2 (15 psi), serta fasilitas air panas dengan suhu minimal
82 0C, selain itu RPU juga harus memiliki kendaraan pengangkut daging unggas.
Dalam komplek RPU, secara umum harus
memiliki Bangunan utama, tempat penurunan unggas hidup, kantor tempat istirahat
pegawai, ruang ganti pakaian dan locker, kamar mandi dan WC, sarana penanganan
limbah, insenerator, tempat parkir, rumah jaga, menara air, dan gardu listrik.
Kompleks RPU ini harus dipagar untuk mencegah keluar masuk orang yang tidak
berkepentingan dan hewan liar. Pintu masuk unggas hidup sebaiknya terpisah dari
pintu keluar daging unggas. Selain itu dalam kompleks RPU semestinya dilengkapi
dengan Ruang pembekuan cepat (Blast freezer), Ruang penyimpanan beku (Cold
Storage), Ruang pengolahan daging unggas dan Laboratorium. (SNI).
Sistem
Pengolahan Limbah
Sistem pengolahan limbah merupakan
hal yang vital dalam RPU. Sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup
besar dan didesain agar aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari
bahan yang mudah dirawat dan dibersihkan, kedap air agar tidak mencemari tanah,
mudah diawasi dan dijaga agar tidak menjadi sarang tikus atau rodensia lain.
Saluran pembuangan ini harus dilengkapi dengan penyaring yang mudah diawasi dan
dibersihkan. Sistem saluran pembuangan limbah cair ini harus selalu tertutup
agar tidak menimbulkan bau. Di dalam bangunan utama, saluran pembuangan dilengkapi
dengan grill yang mudah dibuka –ditutup dan terbuat dari bahan yang kuat dan
tidak mudah korosif. (SNI).
Persyaratan bangunan utama meliputi
tata ruang bangunan yang didesain agar searah dengan alur proses serta memiliki
ruang yang cukup sehingga seluruh kegiatan pemotongan dapat berjalan baik dan
higienis. Tempat pemotongan harus didesain sedemikian rupa sehingga pemotongan
unggas memenuhi persyaratan halal. Besar ruangan harus disesuaikan dengan
kapasitas pemotongan. Secara bangunan ruangan kotor dan ruangan bersih
dipisahkan secara fisik, dan di daerah penyembelihan dan pengeluaran darah
harus didesain agar darah dapat tertampung.
Dinding
tempat proses penyembelihan dan pemotongan karkas harus memiliki persyaratan
khusus, diantaranya minimal tinggi dinding 3 meter, dinding bagian dalam
berwarna terang dan minimum setinggi 2 meter, terbuat dari bahan yang kedap
air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap benturan keras, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi serta landai ke arah saluran pembuangan. Permukaan
lantai harus rata, tidak bergelombang, serta tidak terdapat celah atau lubang.
Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung dengan
jari-jari sekitar 25 mm.
Langit- langit didesain sedemikian
rupa agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi dalam ruangan.
Langit-langit berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah
mengelupas, kuat, mudah dibersihkan serta dihindarkan adanya lubang atau celah
terbuka pada langit-langit. Untuk mencegah masuknya serangga, maka bangunan
harus dilengkapi pintu, jendela atau ventilasi dengan kawat, kasa atau
menggunakan metode pencegahan serangga lainnya. Kontruksi bangunan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga mencegah masuknya tikus atau rodensia,
serangga dan burung untuk masuk serta bersarang di dalam bangunan. Ventilasi
udara untuk memperlancar pertukaran udara di dalam bangunan harus baik dan
berfungsi. Pintu yang digunakan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah
korosif, kedap air, mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan bagian bawahnya
harus didesain agar dapat menahan tikus atau rodensia agar tidak dapat masuk.
Pintu dilengkapi dengan alat penutup pintu secara otomatis.
Lampu penerangan merupakan
perlengkapan vital dalam RPU. Lampu penerangan harus mempunyai pelindung, mudah
dibersihkan, dan mempunyai intensitas penerangan sebesar 540 Luks ditempat
pemeriksaan ante mortem dan post mortem, serta 220 Luks di tempat lainnya. Untuk
ruangan- ruangan pendukung seperti kantor, tempat istirahat karyawan, kantin,
mushola, tempat penyimpanan barang, ruang ganti harus memenuhi beberapa
persyaratan diantaranya memiliki ventilasi dan penerangan yang baik, luas
ruangan disesuaikan dengan kebutuhan, kontruksi yang mudah dibersihkan dan
didesain untuk keamanan dan kenyamanan karyawan. Kamar mandi dan WC terletak
pada bagian yang tidak mengarah ke ruang produksi, memiliki penerangan dan
ventilasi yang baik, memiliki saluran pembuangan khusus (tidak menjadi satu
dengan saluran pembuangan limbah proses pemotongan). Dinding bagian dalam dan
lantai harus terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, mudah
dirawat, dibersihkan dan didesinfeksi.
Dalam penanganan limbah, baik limbah
padat maupun limbah cair, sarana penanganan limbah ini harus sesuai dengan
rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL).
Peralatan
dan perlengkapan
Dalam hal peralatan dan
perlengkapan, seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di RPU harus terbuat
dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta
mudah dirawat. Untuk peralatan yang berhubungan dengan daging ditambah dengan
persyaratan terbuat dari bahan yang tidak toksik.
Di dalam bangunan utama harus
dilengkapi dengan sistem rel (Railing System) dan alat penggantung karkas yang
didesain khusus dan disesuaikan dengan alur proses. Sarana untuk mencuci tangan
harus didesain sedemikian rupa sehingga setelah mencuci tangan tidak menyentuh
kran lagi serta dilengkapi sabun dan pengering tangan. Sarana untuk mencuci
tangan tersebut harus disediakan di setiap tahap proses pemotongan dan
diletakkan di tempat yang mudah dijangkau, di tempat penurunan unggas hidup,
kantor dan ruangan lainnya. Pada pintu masuk bangunan utama juga harus
dilengkapi sarana untuk mencuci sepatu boat.
Peralatan yang digunakan untuk
menangani pekerjaan bersih harus berbeda dengan yang digunakan untuk pekerjaan
kotor. Di setiap ruang bersih dan kotor harus disediakan sarana untuk
membersihkan dan mengdesinfeksi ruang dan peralatan. Permukaan meja tempat
penanganan atau pemrosesan produk tidak terbuat dari kayu, tidak toksik, tidak
mudah rusak, mudah dibersihkan, mudah mengering dan dikeringkan. Mesin pencabut
bulu dan alat semprot pencuci karkas harus ditempatkan dan didesain sedemikian
rupa sehingga percikan air, bulu- bulu atau bahan- bahan yang dapat berperan
sebagai kontaminan karkas dapat dihindarkan penyebarannya. Perlengkapan standar
untuk pekerja pada proses pemotongan dan penanganan daging adalah pakaian kerja
khusus, apron plastik, penutup kepala, penutup hidung dan sepatu boat.
Setiap RPU harus memiliki tenaga
dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan
prosedur pemotongan unggas, penanganan daging serta sanitasi dan higiene. Kendaraan
pengangkut daging harus tertutup, terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak
mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta memiliki sifat insulasi
yang baik, suhu boks harus dapat mempertahankan suhu bagian dalam daging
maksimum 4 oC, sedangkan untuk daging unggas beku suhu maksimum adalah -18 oC.
Ruang
pembekuan dan penyimpanan
Ruang pembekuan cepat terletak di
daerah bersih, besarnya ruangan disesuaikan dengan kebutuhan. Dinding dan
lantai bagian dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air, memiliki
insulasoi yang baik, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap benturan
keras, mudah dibersihkan dan tidak mudah mengelupas. Sudut pertemuan antara
dinding dengan lantai harus berbentuk lengkung, berjari-jari 75 mm sedangkan
antara dinding dengan dinding berlengkung 25 mm. Intensitas cahaya dalam
ruangan 220 Luks.
Ruangan didesai agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang
lain yang masuk kedalam ruang pembeku. Ruangan memiliki alat pendingin yang
dilengkapi dengan kipas (Blast freezer) dengan suhu maksimum -35 oC dengan
kecepatan udara minimum 2 meter/detik. Bentuk ruangan penyimpanan beku secara
umum sama dengan ruang pembekuan cepat, perbedaannya adalah terdapat pada suhu
yaitu maksimum-20 oC.
Alur Kerja
Secara garis besar alur proses
produksi di RPU meliputi:
·
Penurunan (unloading), penimbangan, pemeriksaan ante
mortem
Pemingsanan, penyembelihan, penirisan darah.
·
Pencelupan air panas (scalding tank), pencabutan bulu
dan pencucian karkas.
·
Pengeluaran jeroan, pemeriksaan post mortem,
penanganan jeroan.
·
Pencucian karkas, pendinginan karkas, seleksi,
penimbangan, pemotongan, pemisahan daging dari tulang, pengemasan, pendinginan,
penyimpanan, pengiriman.
Tahapan pertama sebelum pemotongan
dilakukan pengecekan terhadap status kesehatan dan asal ayam kemudian
diistirahatkan untuk mengurangi stress akibat transportasi, penimbangan,
pemeriksaan ante mortem serta penggantungan ayam. Setelah penggantungan ayam,
dilakukan pemingsanan dengan aliran listrik melalui air yang mengalir dengan
tegangan 15-25 volt, dan daya 0,1-0,3 ampere selama 5-10 detik. Tujuan
dilakukan pemingsanan adalah untuk mengurangi penderitaan, memudahkan dalam
penyembelihan, meningkatkan pengeluaran darah (>45%). Kriteria ayam tersebut
pingsan adalah leher dan sayap terkulai, mata terbuka lebar dan kaki kaku.
Selanjutnya adalah penyembelihan dan
pengeluaran darah. Penyembelihan ini dilakukan secara syariat Agama Islam
(halal) dengan memotong trakhea, oesophagus, vena dan arteri. Penirisan darah
dilakukan selama 3-5 menit. Jika pengeluaran darah ini tidak sempurna maka akan
terlihat kemerahan di leher, bahu, sayap, kehitaman pada folikel bulu dan
jantung berisi darah.
Setelah darah dikeluarkan dilakukan pencelupan ke air panas. Pencelupan ini
dilakukan dengan air bersuhu 52-55 oC selama 2,5 menit. Setelah itu dilakukan
pencabutan bulu yang dapat dilakukan secara mekanik dan dibantu dengan tangan,
selanjutnya segera dilakukan pencucian.
Pengeluaran jeroan dilakuakan dengan
membuat irisan dari kloaka ke postal dada, yang dapat dilakukan secara mekanik
dan manual, dengan catatan bahwa usus tidak terpotong. Kemudian dilakukan
pemeriksaan post mortem yang meliputi pemeriksaan karkas dan jeroan. Setelah
itu dilakukan penanganan terhadap jeroan. Jeroan yang sudah dikeluarkan dan
karkas diproses di ruang terpisah dan tidak boleh disatukan kembali dengan
karkas.
Penanganan karkas diawali dengan
pencucian karkas, kemudian pendinginan karkas. Pendinginan pertama dilakukan
pada suhu 10-15 oC dan pendinginan kedua pada suhu 0-4 oC, setelah itu
dilakukan seleksi, yaitu memilih kualitas karkas Grade A atau Grade B, kemudian
dilakukan penimbangan dan pengelompokan karkas berdasarkan berat karkas.
Setelah itu dilakukan pemotongan bagian-bagian karkas (paha atas, paha bawah,
dada, punggung, sayap, fillet). Dapat juga dilakukan pemisahan daging dan
tulang. Setelah semua disiapkan, maka dilakukan pengemasan.
Pendinginan segar dilakukan pada
suhu 0-4 oC, sedangkan untuk pembekuan dilakukan pada suhu -35 oC dengan aliran
udara 2 meter/detik di dalam Blast Freezer. Untuk penyimpanan beku dilakukan di
dalam cold storage pada suhu -20 0C . Untuk pengiriman segar dilakukan pada
suhu 4 0C dan pengiriman beku pada suhu -18 0C.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas produk
Preslaughter
Produksi
dan prosessing unggas berkaitan pada tahap-tahap yang berhubungan untuk
memproduksi karkas utuh, karkas potongan atau variasi-variasi bentuk produk
daging unggas tanpa tulang. Kualitas daging unggas sebagai makanan tergantung
pada tingkat penggunaan bahan kimia, kerusakan fisik, dan perubahan struktur
yang terjadi pada daging. Selama produksi dan manajemen unggas,faktor ante
mortem (preslaughter) tidak hanya punya efek penting seperti pertumbuhan otot,
komposisi dan pengembangan tetapi juga dipengaruhi oleh negara/tempat dimana
unggas tersebut diproduksi. Kejadian sebelum dan sesudah unggas tersebut
dipotong mempengaruhi kualitas daging.
Faktor
ante mortem yang berefek pada kualitas daging unggas dapat dibagi menjadi dua
kategori yaitu:
·
Faktor efek yang diderita pada jangka panjang.
·
Faktor efek yang diderita pada jangka pendek.
Faktor jangka panjang itu seperti
genetik, fisiologi, nutrisi, manajemen dan pengusaha. Faktor jangka pendek
terjadi selama 24 jam terakhir sebelum unggas dipotong seperti saat panen
(pakan dan air, penangkapan), transportasi, penanganan pabrik, penurunan dari
truk pengangkut, penggantungan, immobilisasi, pemingsanan dan pemotongan.
Pemanenan
Unggas
dipanen sebelum dapat diproses, pada pemanenan ini perlu disiapkan unggas
selama penangkapan dan pengoleksian penangkapan dan tempat angkut (kontainer
/keranjang). Beberapa masalah utama dalam preslaughter yaitu bisa terjadi
perlukaan (memar, patah tulang, dislokasio tulang dan terluka atau tergores),
kematian unggas dan kehilangan berat badan, permasalahan ini menjadi penting
karena bisa menurunkan harga penjualan atau penurunan kualitas produk (tidak
grade A).
Pemuasaan
unggas
Sebelum unggas ditangkap, dinaikkan
pada truk pengangkut dan ditransportasikan ke RPU, pakan dan minum ditiadakan
(dipuasakan) untuk mengeluarkan isi pada usus dan tembolok. Pemuasaan ini
bertujuan untuk mengurangi kontaminasi feses selama proses produksi. Lamanya
pemuasaan ini juga mempengaruhi kontaminasi karkas dan yield, pembayaran,
effisiensi prosessing dan kualitas serta keamanan produk. Idealnya lama
pemuasaan dilakukan hingga saluran pencernaan menjadi kosong. Normalnya
pemuasaan pada broiler berkisar 8-12 jam.
Suhu Kandang
Suhu kandang pada saat pemeliharaan
berhubungan dengan konsumsi pakan . Ayam broiler sangat peka dengan suhu. Ayam
broiler akan memakan pakan secara normal ketika temperatur konstan dan
pencahayaan secara terus menerus. Ketika unggas tidak makan secara normal
menyebabkan variasi yang tinggi pada isi dan kondisi saluran pencernaannya.
Kontaminasi
pada Karkas
Kontaminasi karkas terjadi ketika
jeroan/saluran pencernaan unggas diambil atau ketika usus terpotong atau putus
selama pengeluaran jeroan. Ketika kontaminasi terjadi, menyebabkan karkas
dikeluarkan dari jalur prosessing otomatis untuk dilakukan reposessing secara
manual (pencucian, triming, dan proses pemvacuman). Reposessing dan Reinspeksi
karkas akan meningkatkan biaya produksi, khususnya pada persentase kontaminasi
yang tinggi. Frekuensi kontaminasi karkas tergantung pada jumlah material yang
terdapat pada saluran pencernaan, kondisi digesta (potongan pakan dan feses)
pada usus, kekuatan usus dan efisiensi peralatan eviserating dan operator.
Penangkapan
Unggas
Perlakuan selama penangkapan dan
pemasukan kedalam keranjang ayam
Hampir semua brolier ditangkap dan dimasukkan ke keranjang ayam atau kontainer
pengangkut dilakukan dengan tangan. Penangkap biasanya berjumlah 7-10 orang
yang kira-kira dapat menangkap 1000 unggas/jam. Penangkap menagkap dengan satu
tangan dengan jumlah unggas 5-7 unggas pada masing-masing tangan karena metode
penangkapan dan loading ini berhubungan dengan permasalahan kesejahteraan
hewan, kondisi pekerja yang butuh biaya tenaga kerja tinggi, dan kerusakan
karkas. Untuk itu diusahakan percobaan untuk membangun metode penangkapan
alternatif.
Ketidakrespekan dari penangkap ayam
dalam metode penangkapan broiler tidak hanya dapat menyebabkan takut/sterss,
tapi dapat menghasilkan perlukaan pada ayam. Perlukaan yang umum terjadi adalah
memar dan dislokasio atau patah tulang. Memar umumnya dihasilkan dari pukulan
/tumbukan benda tumpul pada kulit/otot. Hasilnya adalah terjadi pewarnaan
kemerahan pada otot, setelah terjadi beberapa detik setelahnya. Area yang
sering terjadi memar adalah dada, sayap dan paha. Diperkirakan bahwa 90-95%
memar terjadi 12 jam sebelum diproses dengan peternak bertanggung jawab 35%
pada memar dan dan penangkap kira-kira 40%.
Perlu diingat bahwa memar terjadi
selama transportasi, unloading dan penggantungan. Beberapa memar bisa terjadi
selama detik-detik pertama (10 detik) setelah pemotongan leher, sebelum tekanan
darah unggas menjadi nol. Faktor lain yang berkontribusi pada memar unggas
adalah terdapatnya mikotoksin pada pakan dan bahan pakan. Aflatoksin dapat
meningkatkan munculnya memar dengan meningkatkan memudahkan pecahnya kapiler
dan menurunkan kekuatan otot.
Kegiatan di
Daerah Kotor
Unloading
Unloading
merupakan tempat penurunan unggas hidup. Sebelum masuk RPU, unggas harus
melalui proses seleksi terlebih dahulu terutama kondisi fisiknya. Unggas sakit
akan langsung ditolak pihak RPU. Pengambilan sampel sebanyak 40 ekor dari 1000
ekor ayam yang masuk. Pemeriksaan sampel meliputi penimbangan berat badan
/ekor(harus memenuhi standar berat badan yang ditetapkan), uniformity(60%), dan
seleksi kondisi fisik yang meliputi patah sayap, keropeng paha, memar
dada,kapalan dan kelainan lainnya. Ayam yang sudah ditimbang disiapkan kemudian
dilakukan penggantungan.
Pemingsanan
Setelah penggantungan ayam hidup
maka proses selanjutnya adalah pemingsanan/stunning,dengan menggunakan elektrik
shock 65-70 Volt selama 2 detik.
Penyembelihan
Penyembelihan dilakukan secara
manual dengan menggunakan pisau yang tajam.
Pengeluaran
darah
Sebelum masuk tahap selanjutnya,
pengeluaran darah harus sempurna yaitu selama 3 menit.
Pencelupan
Scalding tank /pencelupan ke air
panas dilakukan selama 2 menit dengan suhu 500C.
Pencabutan
bulu
Pencabutan bulu meliputi pencabutan
bulu kasar sampe halus dengan menggunakan mesin. Kalau masih ada bulu yang
tersisa maka dilakukan pencabutan secara manual dengan tangan.
Pemotongan
kaki
Pemotongan kaki ayam mulai dari
tarsus dengan menggunakan mesin, kemudian kaki ditampung, dibersihkan dan
dilakukan pemotongan kuku. Ayam yang sudah melewati proses pemotongan kuku
kemudian digantung untuk masuk ke proses selanjutnya.
Kegiatan di
Ruang Bersih
1. Chilling dan Gradin
Karkas dari ruang kotor masuk ke
ruang bersih dalam keadaan masih tergantung, lalu secara otomatis masiuk ke
Chilling Tank pertama untuk dilakukan chilling. Chilling Tank yang digunakan
sebanyak 2 buah, air pada chilling tank pertama bersuhu 200 C dengan kadar
khlorin 0,8ppm, Chilling Tank kedua bersuhu 40C dengan kadar khlorin 0,8ppm.
Dalam chilling karkas bergerak selama 45 menit. Proses klonhasi air dilakukan
dengan prose reaksi pencampuran NaClO2 dengan HCl yang menghasilkan gas khlorin
diokside (ClO2), gas khlorin tersbut dicampur dengan air lalu dimasukkan ke
dalam chilling tank. Untuk pemerataan kadar khlorin dan suhu air maka dilakukan
aerosi udara dengan menggunakan pompa udara.
Setelah 45 menit dalam chilling tank
, karkas dikeluarkan ke konveyor berjalan untuk dilakukan proses grading, yaitu
memisahkan karkas grade A dan karkas grade B. Karkas grade A selanjutnya
digantung kembali, kemudian ditimbang secara otomatis di mesin timbang,
sedangkan karkas grade B masuk ke ruang Cut Up melalui konveyor.
2. Parting
Boneless dan packaging
Setelah pengelompokan ukuran
(penimbangan), karkas grade A dimasukkan ke ruang Cut Up atau parting untuk
diolah menjadi produk parting, produk, karkas utuh. Karkas grade B selanjutnya
digantung pada shackle untuk dilakukan boneless. Dari proses boneless
didapatkan produk paha utuh, BLP, BNP, dada utuh, BLD, BND, Fillet, sayap utuh,
kerongkong, kulit dan tunggir.
Produk turunan dari paha utuh adalah paha atas (drum stick), paha bawah,BLP,
BNP, Chicken strip BNP. Produk turunan dari dada utuh adalah BLD, BND, Chicken
Strip BND. Produk turunan dari sayap adalah sayap utuh, Wing Stick, middle
wing, tulip, middle wing Stick. Sedangkan kerongkong selanjutnya digiling untuk
dipisahkan antara daging (MDM) dan tulangnya. Proses parting dilakukan dengan
mesin parting. Parting yang dilakukan adalah parting 8 (2 sayap, 2 drum stick,
2 thigh dan 2 breast), parting 9 (2 sayap, 2 drum stick, 2 thigh, 2 breast atas
dan 1 dada bawah), parting 16 (2 sayap, 2 drum sick, 6 thigh,6 breast).
Proses packaging langsung dilakukan
di ruang Cut Up. Untuk penyimpanan produk yang akan dibekukan dilakukan
pembungkusan dengan plastik, sedangkan untuk produk yang dijual segar packing
dengan steroform dan plastik.
3. Pembekuan
dan Penyimpanan
Pembekuan dilakukan untuk produk
yang akan disimpan dalam jangka waktu lama. Pembekuan dilakukan dengan Blast
Freezer bersuhu -350C selama 4 jam. Produk disusun di dalam lori dorong dengan
rak-rak yang bertingkat lalu dimasukkan ke dalam blast freezer. Setelah 4 jam
dalam blast frezeer maka produk akan membeku. Selanjutnya dilakukan pengemasan
sekunder, yaitu dimasukkan kedalam karung untuk dimasukkan kedalam Cold storage
bersuhu -200C . Sistem penyimpanan di dalam Cold Storage ini menggunakan sistem
FIFO (First in First Out). Hal ini dilakukan untuk mencegah penyimpanan yang
terlalu lama.
Untuk
produk yang tidak dilakukan proses pembekuan atau disimpan sementara sebelum
didistribusikan, maka dilakukan di dalam Ruang pendingin (Chilling) yang
bersuhu -40C. Jika produk yang sudah dibekukan akan dijual dalam bentuk segar
maka dilakukan thawing. Proses thawing ini dilakukan di Ruang Cut Up yang
bersuhu 100C selama 8-12 jam, dengan dibantu penyiraman air agar proses thawing
lebih cepat.
Sanitasi
Personal
Untuk menjaga kualitas produk maka
dilakukan sanitasi personal dalam proses produksi. Proses sanitasi personal ini
meliputi perlengkapan/pakaian maupun kebersihan tangan. Perlengkapan yang
digunakan meliputi sepatu boot, penutup mulut, hair net (penutup kepala), baju,
apron jas hujan (khusus penyembelih), helm penutup kepala (khusus penyemblih),
apron dan masker penutup (di ruang Chilling). Pakaian tersebut dibedakan untuk
personil yang akan masuk ke ruang bersih dan ke ruang kotor. Pakaian di ruang
kotor berwarna biru sedangkan untuk di ruang bersih berwarna putih. Personil
yang akan masuk sebelumnya menggunakan pakaian, hairnet, sepatu boot dan masker
penutup mulut.
Selanjutnya melewati ruang gelap dan
mencelupkan sepatu boot kedalam air yang berkhlorin 100ppm. Setelah masuk ke
ruang produksi, personil mencuci tangan dengan sabun, membilasnya dengan air,
dan mencelupkan tangan kedalam air berkhlorin 50ppm selama 5 detik. Selama
produksi personil akan membersihkan tangan setiap 30 menit sekali dengan
alkohol 70%, air hangat dan air berkhlorin 50ppm.
Sanitasi
lingkungan dan peralatan
Sanitasi peralatan dilakukan
terhadap seluruh eralatan yang digunakan untuk produksi. Peralatan tersebut
seperti mesin, pisau, keranjang, meja, conveyor. Pembersihan ini dilakukan
menggunakan air panas 800C kemudian dibersihkan dengan air berkhlorin 100ppm.
Pest Control
Kontrol terhadap hama dilakukan
secara rutin. Hama yang umum dan menganggu adalah lalat dan tikus. Pengendalian
tikus dilakukan dengan pemasangan perangkap tikus dan racun tikus disekeliling
bangunan RPU. Sedangkan untuk pengendalian lalat dilakukan pemasangan lem lalat
pada setiap ruangan, baik di dalam ruang produksi maupun diluar bangunan.
Selain itu juga dilakukan penyemprotan insektisida di setiap saluran air di
luar gedung maupun ditempat- tempat yang diperkirakan menjadi tempat
perkembangan larva lalat. Untuk mencegah masuknya serangga di ruang produksi,
maka di dalam ruang gelap dipasang ”Insect trap” di dekat neon ultraviolet.
IV. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa rumah potong unggas merupakan kompleks bangunan
dengan desain konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis
tertentu serta digunakan sebagai tempat pemotongan unggas bagi konsumsi
masyarakat.
Secara umum ruang pemrosesan unggas
tersebut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu daerah kotor dan daerah bersih. Daerah
kotor adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan fisik yang
tinggi sedangkan daerah bersih adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik,
kimiawi dan fisik yang rendah.
Dalam RPA harus memenuhi beberapa
persyaratan yaitu sebagai berikut :
Ø Mempunyai standar operasional dengan acuan
SNI.
Ø Memahami dalam pelaksanaan standar
operasional.
Ø Menerapkan kata ASUH ( Aman, Sehat, dan Utuh)
DAFTAR
PUSTAKA
Dewan
Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3924-1995 tentang Mutu Karkas dan Daging
Ayam Pedaging. Departemen Pertanian, Jakarta.
Dewan
Standarisasi Nasional. 1999. SNI 01-6160-1999 tentang Rumah Pemotongan Unggas.
Departemen Pertanian, Jakarta.
Iwan Berri Prima dkk. Laporan Koas Daerah Bidang RPH/RPU dan
Kedinasan-FKH IPB.