TEKNOLOGI
REPRODUKSI TERNAK
“INSEMINASI
BUATAN”
OLEH
:
AGIS
CAHYONO. W
L1A1
11 025
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2013
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknologi Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknologi yang
sudah lama dikenal, namun masih relevan untuk digunakan sekarang ini.
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik
untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan
telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke
dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat
khusus yang disebut 'insemination gun'.
Teknologi Inseminasi Buatan (IB) telah sejak dahulu
berkembang di masyarakat peternak,terutama sapi perah, karena teknologi
tersebut telah mampu memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Dalam hal
pelaksanaan program 1B, maka beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan program tersebut. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh adalah
faktor betina, faktor semen beku dan faktor sumber daya manusia (SDM) dalam hal
ini inseminator. Induk betina akan merespon program 113 apabila saat dilakukan
IB kondisi induk sedang dalam keadaan estrus (berahi), untuk betina dara sudah
dalam usia dewasa kelamin, serta memang si induk tersebut tidak mempunyai
catatan penyakit terutama penyakit reproduksi.
Inseminasi Buatan didefinisikan sebagai proses memasukkan
semen ke dalam organ reproduksi betina dengan menggunakan alat inseminasi .
Prosesnya secara luas mencakup penampungan semen, pengenceran dan pengawetan
semen sampai pada deposisi semen ke dalam saluran reproduksi betina.
Selanjutnya dikemukakan bahwa bila dibandingkan dengan
perkawinan secara alami, IB memiliki banyak keuntungan walaupun ada
kelemahannya. Keuntungannya adalah 113 dapat mempercepat penyebaran dan peningkatan
mutu genetik ternak. Melalui penggunaan bioteknologi IB, efisiensi penggunaan
pejantan unggul yang terbatas jumlahnya dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan
semen secara optimal. Perkawinan yang dilakukan dengan menggunakan teknologi
IB, memungkinkan seekor pejantan untuk mengawini lebih banyak betina daripada
perkawinan alami yang dapat dilakukannya. Selain itu, melalui teknologi IB
potensi genetik seekor pejantan unggul dapat tersebar luas, tidak hanya pada
daerah tempat pejantan itu berada tetapi juga pada daerah lainnya yang terpisah
oleh jarak dan waktu.
Inseminasi Buatan diperkenalkan pertama kali di Indonesia
oleh Prof. B . Seit dari Denmark di FKH dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor
. Saat itu, Fakultas Kedokteran Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan
berfungsi sebagai pusat inseminasi buatan yang melayani peternak di Bogor dan
sekitarnya. Pelaksanaan Inseminasi buatan di Jawa Tengah mulai dilaksanakan
pada tahun 1953 oleh dua Bali Pembenihan Ternak yaitu di Mirit dan Sidomulyo.
Kegiatan IB di Mirit bertujuan untuk intensifikasi Ongolisasi dengan
menggunakan pejantan Sumba Ongole (S.O), sedangkan di Ungaran bertujuan untuk
peningkatan produksi susu yang menggunakan pejantan Frisian Holstein
(F.H)(Toelihere, 1985).
Pertama kali semen beku masuk ke Indonesia pada tahun 1973
dan telah digunakan dalam inseminsai pada sapi perah maupun sapi potong di
Indonesia . Hasil Survey Evaluasi Kegiatan IB pada sapi Jawa 1972-1974, yang
telah dilaksanakan pada permulaan tahun 1974 dalam rangka kerjasama antara
Direktorat Jendral Peternakan IPB, Bogor dan Fakultas Peternakan Unpad,
Bandung, menunjukkan persentase konsepsi semen beku eks impor yang dicapai
selama dua tahun masih sangat rendah yaitu 21,30 sampai 38,92 prosen. Beberapa
penyebab ketidaksuburan sapi-sapi betina di Indonesia diduga sebagai akibat
dari kurangnya patologik saluran kelamin betina dan merajalelanya penyakit
kelamin, sehingga diperlukan penyempurnaan organisasi IB, perbaikan sarana,
intensif dan peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan inseminator.
Pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah
satu upayapenerapan teknologi tepat guna yang merupakan pilihan utama
untukpeningkatan populasi dan mutu genetik ternak. Melalui kegiatan
IB,penyebaran bibit unggul ternak sapi dapat dilakukan dengan murah,mudah dan
cepat, serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatanpara peternak.
II. PEMBAHASAN
Pada saat ini terdapat dua metode perkawinan yaitu : kawin
alam dan kawin suntik atau inseminasi buatan (IB). IB telah diterima dan
diterapkan pada sapi terutama di Negara-negara maju. Demikian pula di
indonesiasudah menjadi program nasional yang strategis dengan menggunakan manic
air yang dibekukan. Namun demikian penerapan teknologi ini masih bermasalah
yakni pengetahuan tentang siklus reproduksi secara benar baik oleh peternak
maupun petugas inseminator. Yang dimaksud dengan siklus reproduksi ialah
rangkaian semua kejadian biologic kelamin yang belangsung secara sambung
menyambung hingga terlahir generasi baru. Proses biologi tersebut meliputi :
1.
Pubertas
Suatu proses reproduksi akan berlangsung secara periodik dan
terus menerus, dimulai sejak tenak mengalami pubertas atau dewasa kelamin. Pada
saat itu ternak sudah dapat menghasilkan keturunan, karena pada saat itu organ
reproduksinya telah mampu memproduksi gamet-gamet yang masak. Jadi pubertas
pada ternak adalah suatu periode dalam kehidupan makhluk jantan atau betina
dimana proses proses reproduksi mulai terjadi. Pada saat inilah organ-organ
reproduksi mulai berfungsi. Pada ternak, pubertas ditandai dengan adanya
keinginan ternak untuk melakukan perkawinan. Umur dewasa kelamin pada setiap
jenis ternak tidak sama. Umur dewasa kelamin ini juga tergantung pada keadaan
iklim, keadaan makanan, heriditas dan tingkat pelepasan hormon.
2. Siklus birahi
Proestrus ( Tahap ini dapat terlihat,
karena ditandai dengan sapi terlihat gelisah dan kadangkadang sapi betina
tersebut menaiki sapi betina yang lain. Lamanya 3 hari.
Estrus (Pada tahap ini sapi
betina siap untuk dikawinkan (baik secara alam maupun IB). Ovulasi terjadi 15
jam setelah estrus selesai. Lama periode ini pada sapi adalah 12 - 24 jam.
Metestrus (Pada Waktu setelah estrus
berakhir, folikelnya masak, kemudian terjadi ovulasi diikuti dengan
pertumbuhan / pembentukan corpus luteum (badan kuning). Lama periode ini
3 - 5 hari).
Diestrus (Diestrus waktu setelah metestrus,
corpus luteum meningkat dan memproduksi hormon progesteron. Periode ini
paling lama berlangsungnya karena berhubungan dengan perkembangan dan
pematangan badan kuning, yaitu 13 hari. Pada saat keadaan dewasa kelamin
tercapai, aktivitas dalam indung telur (ovarium) dimulai. Waktu estrus, ovum
dibebaskan oleh ovarium. Setelah ovulasi terjadi, bekas tempat ovarium tersebut
itu dipenuhi dengan sel khusus dan membentuk apa yang disebut corpus
luteum).
3.
Lama birahi
Lama
berahi merupakan selang waktu mulai berahi, ditandai dengan munculnya berahi
sampai hilang tanda-tanda berahi. Lama berahi setiap jenis ternak berbeda beda.
Hal ini tergantung dari beberapa factor seperti umur, musim dan kehadiran
pejantan serta bobot badan.
4. Kebuntingan
Yang dimaksud kebuntingan dipandang
dari segi teknis sebenarnya dimulai sejak saat sel kelamin betina bersatu
dengan sel kelamin jantan di dalam saluran alat reproduksi paling atas atau
ovoduct dan tepatnya dibagian ampula. Frandson (1992) mengatakan bahwa
kebuntingan berarti keadaan dimana anak sedang berkembang di dalam uterus hewan
betina. Satu periode kebuntingan adalah periode dari mulai terjadinya
fertilisasi sampai terjadinya kelahiran normal. Pada ternak sapi fertilisasi
terjadi setelah 11 sampai 15 jam dari inseminasi/ perkawinan. Sedangkan untuk
manusia, fertilisasi ini akan terjadi 14 sampai 15 hari setelah terakhir
menstruasi.
5. Kelahiran
Sapi yang layak untuk di IB memenuhi
syarat antara lain :
·
Sapi
betina yang telah memenuhi umur pubertas.
·
Telah
menunjukkan tanda-tanda birahi.
·
Sebaiknya
induk memiliki tulang pelvis (pinggul) yang lebar.
·
Jika
kondisi induk sangat kecil gunakan semen sapi bali.
Tanda tanda sapi betina birahi :
Sapi betina
yang sedang birahi akan tetap berdiri pada tempatnya jika seekor jantan
mendatangi dan menaikinya. Keadaan ini merupakan tanda umum dan seragam untuk
semua ternak. Tanda-tanda lain sapi betina yang sedang birahi sebagai berikut :
·
Sapi
gelisah dan terlihat sangat tidak tenang.
·
Sapi
sering menguak atau melenguh-lenguh.
·
Sapi
mencoba menaiki sapi lain dan akan tetap diam bila dinaiki sapi lain.
·
Pangkal
ekornya terangkat sedikit dan keluar lendir jernih transparan yang mengalir
melalui vagina dan vulva.
·
Sapi
dara sering memperlihatkan perubahan warna pada vulvanya yang membengkak
dan ke merah-merahan.
·
Sapi
menjadi diam dan nafsu makannya berkurang. (Bandini, 2004 : 46).
Menurut
Ihsan, (1992 : 51) saat yang baik melakukan IB adalah saat sapi betina
menunjukkan tanda-tanda birahi, petani ternak pada umumnya mengetahui tingkah
laku ternak yang sedang birahi yang dikenal dengan istilah : 4A, 2B, 1C, 4A,
yang dimasud adalah abang, abu, anget, dan arep artinya alat kelamin yang
berwarna merah membengkak kalau diraba terasa anget dan mau dinaiki, 2B yang
dimaksud adalah bengak-bengok dan berlendir artinya sapi betina sering mengeluh
dan pada alat kelaminnya terlihat adanya lendir transparan atau jernih, 1C yang
dimaksud adalah cingkrak-cingkrik artinya sapi betina yang birahi akan menaiki
atau diam jika dinaiki sapi lain.
Keuntungan
inseminasi buatan (IB) yaitu untuk menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan,
dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik. mencegah terjadinya kawin
sedarah pada sapi betina, dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat
simpan dalam jangka waktu yang lama, semen beku masih dapat dipakai untuk
beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati, menghindari kecelakaan
yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar,
dan menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang
ditularkan dengan hubungan kelamin.
Kerugian inseminasi buatan (IB) yaitu apabila identifikasi
birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi
kebuntingan, akan terjadi kesulitan kelahiran, apabila semen beku yang
digunakan berasal dari pejantan dengan breed/ turunan yang besar dan
diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil. bisa terjadi kawin
sedarah apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka
waktu yang lama, dan dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang
jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik
(Soebadi, 1980).
Untuk
mengetahui dampak pelaksanaan IB terhadap peningkatan pendapatan para peternak,
perlu diketahui terlebih dahulu jumlah dan komposisi sapi perah yang
dipelihara. Dalam usaha pemeliharaan sapi perah, penerimaan yang utama adalah
dari penjualan susu. Ada tiga sumber penerimaan dalam usaha pemeliharan sapi
perah, yaitu penjualan susu, penjualan sapi-sapi afkir atau sapi-sapi yang
tidak diproyeksikan sebagai peremajaan dan dari penjualan kotoran sapi, berupa
pupuk kandang. Susu diproduksi oleh sapi-sapi perah yang produktif, yakni
sapi-sapi induk yang sedang berproduksi susu atau laktasi. Sapi laktasi yang
baik, berproduksi susu selama kira-kira 10 bulan, dan kemudian memasuki masa
tidak berproduksi susu atau masa kering selama sekitar 2 bulan (BARRET dan
LARKIN, 1974).
III.
PENUTUP
Kesimpulan
§ Hormon Capriglandin dapat
mempercepat siklus birahi.
§ Inseminasi Buatan adalah pemasukan
atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan
alat-alat buatan manusia, jadi bukan secara alam.
§ Sebelum melakukan inseminasi,
keadaan sapi harus dalam keadaan birahi.
§ Faktor terpenting dalam pelaksanaan
inseminasi adalah ketepatan waktu pemasukan semen
§ pada puncak kesuburan ternak betina.
§ Pengenjeksian semen dilakukan
kedalam cicin keempat (cornua).
§ Yang dimaksud dengan siklus reproduksi
ialah rangkaian semua kejadian biologic kelamin yang belangsung secara sambung
menyambung hingga terlahir generasi baru. Proses biologi tersebut meliputi :
Pubertas., Siklus birahi (Proestrus, Estrus, Metestrus, Diestrus) ,.Lama
birahi, Kebuntingan, Kelahiran.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.
2012. Inseminasi Buatan. (Online). http://devycxiipa1.blogspot.com/2012/11/inseminasi-buatan.html, [Diakses 29
November 2013].
BARRET, M. A. and P. J. LARKIN.
1974. Milk and Beef Productions in the Tropics. Oxford University, Oxford.
Hafez, E.S.E. 1993. Artificial
insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6 Th Ed.
Lea & Febiger, Philadelphia. Hal 424-439.
Partodiharjo, Soebadi. 1987. Pemulia
Biakkan Ternak Sapi. PT Gramedia, Jakarta.
Toelihere, M . R. 1985. Fisiologi
Reproduksi pada Ternak. Gramedia.
Toelihere MR, 1985. Fisiologi
Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.