Pada 28 Rajab 1342 H bertepatan dengan 3 Maret 1924, Kemal at-Taturk
melalui Majelis Nasional Turki menetapkan penghapusan Khilafah dan
pengusiran Khalifah saat itu sekaligus menjadi yang terakhir, Abdul
Majid II, ke luar Turki. Dengan demikian berakhirlah sistem Khilafah
yang selama ini menyertai umat Islam. Berita tentang penghapusan dan
pengusiran yang dilakukan oleh Kemal Ataturk ini segera menyebar ke luar
Turki dan mengejutkan dunia Islam. Kemudian umat Islam di berbagai
belahan dunia memberikan respon dalam berbagai bentuk dan saat itu
muncul upaya agar Khilafah dapat tegak kembali.
Pada dasarnya penghapusan Khilafah ini merupakan persoalan bagi umat
Islam di seluruh dunia karena Khilafah merupakan bagian dari keislaman
mereka. Selain itu selama ini Khilafah telah berdiri bersama umat Islam
berabad-abad lamanya sehingga Khilafah telah menjadi bagian sejarah
perjalanan hidup mereka. Tentang hubungan antara umat Islam dan Khilafah
serta sebab persoalan penghapusan ini mendatangkan respon, Muhammad
Dhia’uddin ar-Rais, seorang Guru Besar Jurusan Sejarah Islam Universitas
Kairo, di dalam bukunya yang berjudul al-Islam wa al-Khilafah fi al-Ashr al-Hadits menjelaskan,
sesungguhnya Khilafah ini bukan milik Turki saja melainkan milik
dunia Islam seluruhnya. Ia adalah sebagian dari warisan umat Islam,
peninggalan sejarah dan lambang persatuan mereka. Khilafah merupakan
pimpinan spritual bangsa-bangsa Islam di segenap penjuru bumi. Khilafah
ini telah berlangsung lebih dari seribu tiga ratus tahun.
Yaitu sejak umat Islam mengadakan rapat untuk memilih Abu Bakar
Shiddiq (Sahabat Nabi) sebagai pengganti Rasulullah Muhammad saw. Beliau
itulah sebagai khalifah pertama dalam sejarah Islam, diikuti oleh
Khalifah kedua al-Farq Umar bin Khaththab, begitulah seterusnya silih
berganti sepanjang masa, dalam berbagai dinasti sehingga berakhir pada
abad keduapuluh ini. Oleh karena itu, wajar jika umat Islam
memperhatikan dengan sungguh-sungguh soal Khilafah ini dan memikirkan
akibatnya, serta berpikir apa yang akan terjadi kelak di masa
mendatang.
Sebab begitu besar pengaruh keberadaan Khilafah bagi umat Islam maka
berita keruntuhan Khilafah ini mendapatkan respon dari dunia Islam dan
muncul upaya untuk menegakkan Khilafah kembali. Beberapa saat setelah
diruntuhkan, ide untuk menegakan kembali Khilafah langsung bergulir dan
terus diperbincangkan. Di beberapa tempat ide ini diperbincangkan dalam
pertemuan-pertemuan besar.
Pada Maret 1924 dibawah pimpinan Syaikh al-Azhar para ulama
menyelenggarakan pertemuan di Kairo. Dalam pertemuan ini disepakati
bahwa keberadaan Khilafah yang memimpin umat Islam tidak dapat
dipungkiri merupakan sebuah keharusan. Mereka juga berpendapat kedudukan
Abdul Majid sebagai Khalifah sudah gugur setelah dia diusir dari Turki.
Oleh sebab itu harus ada pengganti Khalifah selanjutnya. Untuk membahas
siapa yang layak menjadi Khalifah, mereka memutuskan akan mengadakan
Muktamar di Kairo pada Maret 1925 dengan mengundang wakil-wakil dari
umat Islam di seluruh dunia.
Hal serupa juga dilakukan oleh ulama di Hijaz. Pada April 1924 di
Makkah, Syarif Husein yang menjadi Amir Makkah membentuk Dewan Khilafah
yang terdiri dari sembilan sayid dan sembilan belas perwakilan dari
daerah lain termasuk dua orang perwakilan dari Jawa. Dewan Khilafah ini
dibentuk sebagai upaya untuk menegakkan kembali jabatan Khalifah. Namun
Dewan Khilafah tidak berumur panjang karena pada tahun yang sama Syarif
Husein lengser dari jabatannya.
Di Indonesia pun berita penghapusan Khilafah telah sampai dan
mendapat respon dari ulama dan tokoh pergerakan Islam pada saat itu.
Pada Mei 1924, dalam kongres Al-Islam II yang diselenggarakan oleh
Sarekat Islam dan Muhammaddiyah, persoalan tentang Khilafah menjadi
topik pembicaraan kongres. Dalam kongres yang diketuai Haji Agus Salim
ini diputuskan bahwa untuk meningkatkan persatuan umat Islam maka
kongres harus ikut aktif dalam usaha menyelesaikan persoalan Khalifah
yang menyangkut kepentingan seluruh umat Islam.
Keputusan itu semakin dipertegas dengan lahirnya keputusan Kongres
Nasional Central Sarekat Islam pada Agustus 1924 di Surabaya. Seperti
yang diberitakan surat kabar Bandera Islam, kongres memutuskan untuk
terlibat dalam perjuangan Khilafah. Umat Islam di Indonesia harus
mengirimkan utusannya ke kongres di Kairo.
“…hendak membantoe dengan segala kekoeatan boedi dan tenaganja
semoea ichtiar jang menoedjoe maksoed akan mengirimkan oetoesannja
oemmat Islam di Hindia-Timoer, boeat menghadiri Congres Igama Islam,
jang diadakan di Cairo goena membitjarakan dan memoetoeskan perkara
Chilafat Islam.”
Jauh sebelum Turki Usmani runtuh, permasalahan Khilafah telah menarik
perhatian umat Islam di Indonesia. Hingga kemudian pada 3 Maret 1924
muncullah persoalan yang menyedot perhatian dunia tersebut. Secara umum
keruntuhan ini menimbulkan kebingungan pada dunia Islam, yang mulai
berfikir tentang pembentukan Khilafah baru. Menurut Deliar Noer,
Masyarakat Islam Indonesia bukan saja berminat dalam masalah ini, malah
merasa berkewajiban memperbincangkan dan mencari penyelesaiannya.
Saat gagasan penegakan Khilafah muncul, masyarakat Islam Indonesia
tengah berada dalam zaman pergerakan nasional. Saat itu telah banyak
bermunculan organisasi-organisasi pergerakan Islam seperti Sarekat
Islam, al-Irsyad, Muhammadiyah dan menyusul kemudian Nahdlatul Ulama.
Organisasi ini muncul karena dorongan aspirasi mereka untuk memajukan
Islam dan menentang penjajahan Belanda. Berbeda dengan generasi sebelum
mereka yang menempuh perjuangan secara fisik dan bersifat kedaerahan,
pada zaman ini bangsa Indonesia berjuang melalui organisasi-organisasi
modern. Cara-cara yang mengedepankan kekuatan intelektual menjadi ciri
pergerakan mereka. Pada zaman itu mereka telah terbiasa menggunakan
langkah-langkah seperti pembentukan komite-komite, penyelenggaran
kongres dan pertemuan serta pengadaan sarana pendidikan, untuk
memperjuangkan aspirasi mereka. Perjuangan mereka semakin disempurnakan
dengan usaha masif penerbitan surat kabar yang menjadi organ bagi
organisasi mereka.
Dengan cara-cara seperti itu juga mereka memperjuangkan Khilafah.
Pembentukan komite, penyelenggaraan kongres dan pertemuan, serta
penerbitan surat kabar menjadi cara yang ditempuh untuk memperjuangan
Khilafah pada zaman itu. Saat berita keruntuhan Khilafah sampai di
Indonesia, mereka meresponnya dan ikut terlibat dalam perjuangan
Khilafah. Ditambah pula perjuangan mereka ini memiliki hubungan dengan
perjuangan Khilafah yang dilakukan oleh umat Islam di negeri lain.
Tersiar kabar akan diselenggarakan sebuah kongres dunia Islam di
Kairo dengan mengundang perwakilan dari seluruh umat Islam di dunia.
Kongres yang dimaksudkan untuk mencari pengganti khalifah ini akan
diselenggarakan pada Maret 1925. Undangan kongres ini pun dikirim ke
Indonesia. [10] Sebagai sambutan atas undangan ini pada tanggal pada
tanggal 4-5 Oktober 1924 diadakan sebuah pertemuan di Surabaya yang
dihadiri para ulama dan kaum pergerakan Islam dari berbagai organisasi.
Dihasilkan kesepakatan dalam pertemuan ini bahwa wajib hukumnya terlibat
dalam perjuangan Khilafah. Umat Islam di Indonesia harus terlibat dalam
kongres di Kairo dengan mengirimkan utusan ke kongres tersebut. Untuk
maksud tersebut maka dibentuk sebuah badan khusus bagi perjuangan
Khilafah di Indonesia yang bernamaComite-Chilafat dengan ketua
Wondosoedirdjo dari Sarekat Islam dan wakil ketua K. H. Abdul Wahab
Hasbullah dari kalangan tradisi yang kemudian menjadi salah seorang
pendiri NU.
Pertemuan tersebut ditindaklanjuti dengan diselenggarakan Kongres
al-Islam Luar Biasa pada tanggal 24-27 Desember 1924 di Surabaya.
Kongres ini dihadiri oleh para ulama dan 68 organisasi Islam yang
mewakili pimpinan pusat maupun cabang. Ada tiga keputusan yang
dihasilkan dari kongres ini. Pertama, wajib hukumnya terlibat dalam
perjuangan Khilafah. Kedua, disepakati akan terus didirikan Comite-Chilafaat di
seluruh Hindia-Timur (Indonesia). Dan terakhir, diputuskan akan
mengirimkan tiga orang utusan sebagai wakil umat Islam di Indonesia ke
Kongres di Kairo dengan enam butir mandat yang telah disepakati. Tiga
orang utusan tersebut adalah Surjopranoto dari Sarekat Islam, Haji
Fachroddin dari Muhammadiyah dan K. H. A. Wahab Hasbullah dari kalangan
tradisi. Namun utusan ini gagal berangkat disebabkan kongres di Kairo
ditunda
Aspirasi umat Islam di Indonesia Pergerakan Khilafah ini terus
menyebar di Indonesia. Kesadaran tentang urgensi perjuangan Khilafah
terus diopinikan. Hal itu diupayakan dengan membentuk cabang-cabang Comite-Chilafaat di berbagai wilayah di Indonesia [13] dan dengan diadakannya pertemuan-pertemuan yang membahas Khilafah di beberapa kota.
Sumber : http://www.islampos.com
Jumat, 31 Januari 2014
Respon Umat Islam Indonesia Atas Runtuhnya Khilafah Islamiyah
Published :
05.09
Author :
Agis Cahyono
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me
Entri Populer
-
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai permasalahan sering mengganggu kesehatan ternak, baik itu serangan penyakit, ga...
-
Perkandangan Kandang merupakan unsur penting dalam usaha peternakan ayam. Kandang dipergunakan mulai dari awal hingga masa berproduksi. Pad...
-
ABATTOIR DAN TEKNIK PEMOTONGAN TERNAK “RUMAH POTONG UNGGAS (RPU)” OLEH : AGIS CAHYONO. W L1A1 11 025 ...
-
I. PENDAHULUAN Pada ternak mamalia dewasa fluktuasi berbagai hormon reproduksi dikenal sebagai siklus estrus yang terdiri atas ...
-
MANAJEMEN TERNAK POTONG “BIRAHI PADA TERNAK” OLEH : AGIS CAHYONO. W L1A1 11 025 JURUSAN PETERN...
-
Bagian-bagian Telur 1. Yolk (kuning telur) Yolk menyusun 30-33% berat telur. Yolk berbentuk hampir bulat dengan warna kuning sampa...
-
ANESTRUS PADA SAPI Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala estrus dalam jangka waktu yang l...
-
Peranan HMT Pada Lahan Kritis dan Marginal OLEH : AGIS CAHYONO. W L1A1 11 025 JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS P...
0 komentar:
Posting Komentar