WELCOME TO MY BLOG
| | | | |
TEGAKKAN SYARI'AH DAN KHILAFAH ISLAMIYAH

Sabtu, 18 Oktober 2014

Manfaat Sistem Tiga Strata




PENGEMBANGAN PERTANIAN TERPADU
“Manfaat Sistem Tiga Strata”




OLEH :

AGIS CAHYONO. W
L1A1 11 025






JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
 



I.      PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Dalam dasawarsa terakhir ini, manusia mulai memperhatikan masalah kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertanian. Istilah pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture), keanekaragaman hayati (biodeversity), sistem pertanian terpadu (integrated agriculture system), dan pertanian berkelanjutan dengan masukan teknologi rendah mulai diperhatikan dan dikembangkan di banyak negara.
Ternak harus dikembangkan secara terpadu sehingga merupakan bagian dari “pertanian organik”. Melalui pengolahan tanah yang baik, dapat diketahui kebutuhan hara tanaman serta kondisi lingkungan dan ekologi dapat diperbaiki dan dilindungi tanpa harus tergantung pada pupuk kimia dan peptisida.  Dengan demikian konsep system tiga strata (STS) dapat diuji dari sudut keamanannya terhadap manusia, hewan, flora, dan fauna tanah. Meningkatkan keragaman semua kehidupan, tetapi tetap harmonis dengan alam, tanpa harus melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
Sistem pertanian terpadu merupakan kegiatan memadukan pertanian dan peternakan. Salah satu contoh dari sitem pertanian terpadu adalah Sistem Tiga Strata (STS). Sistem tiga Strata merupakan suatu cara penanaman serta pemangkasan rumput, leguminosa, semak, dan pohon sehingga hijauan tersedia sepanjang tahun. Stratum pertama terdiri dari tanaman rumput potongan dan legume herba/ menjalar (sentro, kalopo, arachis, dll.) yang disediakan bagi ternak pada musim penghujan. Stratum kedua terdiri dari tanaman legume perdu/ semak (alfalfa, stylosanthes, desmodium rensonii, dll.) yang disediakan bagi ternak apabila rumput sudah mulai berkurang produksinya pada awal musim kemarau. Bagian ini dibagi petak masing-masing 46 meter persegi ( lebar 5 m dan panjang 9 m ). Stratum tiga terdiri dari legume pohon (gamal, lamtoro, kaliandra, turi, acasia, sengon, waru, dll.) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai fungsi. Selain untuk pakan pada musim kemarau panjang, tanaman tersebut juga dapat digunakan sebagai tanaman pelindung dan pagar kebun hijauan makanan ternak maupun kayu bakar.
Satu unit STS memerlukan 2.500 meter persegi yang terdiri dari tiga bagian. Yaitu: Bagian inti yang berada di tengah-tengah dan ditanami tanaman pangan/holtikultura (1.600 meter persegi). Bagian selimut terletak diantara bagian inti dan tepi. Bagian selimut ditanami hijauan jenis rumput potong dan leguminosa (900 meter persegi), Bagian tepi merupakan bagian yang paling luar yang menjadi batas unit STS yang ditanami pagar hidup dari gamal dan lamtoro jenis kayu (200 meter). Stratum satu berfungsi sebagai penyedia hijauan bagi ternak. Stratum dua dan tiga berperan sebagai pagar hidup sehingga ternak tidak mudah menganggu tanaman inti.
Sistem pertanian tiga strata umumnya diterapkan pada pertanian lahan kering dengan curah hujan 1.500 mm per tahun dengan 8 bulan musim kering, dan 4 bulan musim hujan, dapat diterapkan pada pertanian lahan kering dengan topografi yang datar atau miring. Tujuan pertanaman STS adalah menyediakan hijauan pakan dan menjaga kelestarian ekosistem sepanjang tahun. Manfaat dari pertanaman STS secara praktikal adalah meningkatkan ketersediaan dan mutu hijauan, menyediakan hijauan sepanjang tahun, meningkatkan kesuburan tanah,  dan meningkatkan produktivitas ternak.


B.   Tujuan dan Manfaat
            Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui manfaat dari pemanfaat system 3 strata dalam system pertanian terpadu.
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui manfaat dari pemanfaat system 3 strata dalam system pertanian terpadu.



II.     PEMBAHASAN
A.   Sistem Tiga Strata (STS)
Sistem tiga strata diperkenalkan oleh Nitis di Bali. Tanaman rumput dan Leguminosa yang menjalar digolongkan strata I, leguminosa semak dan perdu digolongkan strata II, dan leguminosa pohon digolongkan strata III. Penataan setiap strata adalah sebagai berikut : strata I merupakan berupa pohon ditanam paling luar dengan jarak sekitar 5 m, strata II  berupa leguminosa semak perdu yang ditanama diantaranya, dan strata III, berupa rumput ditanam dibawahnya berdekatan dengan bidang untuk tanaman pangan (BPTP, 2011). Usaha ternak terpadu dengan tanaman yang sering dilakukan antara lain Sistem Tiga Strata (STS). Sistem tiga strata adalah sistem penanaman dan pemotongan rumput, leguminosa, semak dan pohon sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun (Azmi et al., 2007).

B.  Strategi Penanaman STS Dalam Meningkatkan Efisiensi Manfaat Lahan
STS merupakan sistem penanaman rumput/leguminosa, semak dan pohon pada satu areal secara tercampur.   STS dapat diterapkan pada lingkungan yang beragam, oleh karena itu jenis hijauan yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya.. Misalnya untuk lahan kering akan berbeda dengan yang untuk lahan basah ataupun lahan perkebunan.  Berikut disampaikan strategi penanaman STS pada lahan kering dengan tujuan meningkatkan efisiensi manfaat lahan.

1.1 .  Rumput dan leguminosa (stratum 1)
Rumput unggul yang dapat dipakai adalah buffel, Panicum dan Urokloa, sedangkan legumnya adalah Stelo verano dan Centrocema.  Jenis rumput dan legume unggul ini tahan terhadap kekeringan.  Rumput dan legume ditanam selang seling berkeliling pada pinggiran petak dan ditanam berlarik.   Pada bagian selimut ini dibuat petak-petak berukuran panjang 9 m dan lebar 5 m.  Pada petak-petak ini dibuat larikan berjarak 10 cm dengan kedalaman 1 cm untuk ditanami biji rumput dan legume.  Larikan dibuat tegak lurus dengan kemiringan lahan sehingga biji tanaman tidak dihanyutkan air hujan. 
Rumput Panicum ditanam dekat Centrocema karena Panicum yang tumbuh tegak merupakan panjatan bagi centrocema yang menjalar.  Panikum dan centro dapat ditanam dekat pagar karena tahan terhadap naungan.  Selain itu centro dapat juga ditanam di pagar karena sifatnya yang tahan naungan dan membelit.   Rumput bufel dan urokloa tumbuh bagus di daerah terbuka, karena tidak tahan naungan.  Oleh karena itu ditanam jauh dari pagar.± 2,5 m atau lebih dari pagar (Suarna, 1990).  Jenis legume stylo verano jangan ditanam di dekat pagar karena tidak tahan naungan.  Untuk mendapatkan produksi yang tinggi stylo verano ditanam dekat centrocema karena fiksasi N oleh centrocema akan berpengaruh positif terhadap stylo verano. Kehadiran legume pada STS sangat penting karena pada akar legume dijumpai adanya bintil-bintil zat lemas (nodul akar) yang mengandung bakteri yang dapat memfiksasi N atmosfer sehingga dapat menambah kesuburan lahan. 

1.2  Semak (stratum 2)
Semak yang dapat dipakai adalah gamal dan lamtoro. Kedua jenis semak ini tahan kekeringan, produksi tingginya, bernilai gizi tinggi dan mudah dikembangbiakan. Cara penanamannya adalah ditanam berselang-seling sebagai pagar dari petak dengan jarak 10 cm, Perkembangbiakan gamal dilakukan dengan stek.  Gamal ditanam dengan kedalaman 25 cm dan lebar 25 cm. Sedangkan lamtoro yang ditanam adalah bijinya, sedalam 5 cm. Gamal dan lamtoro mempunyai perakaran yang dalam, lebat dan kuat sehingga dapat menahan tanah dan kerikil dari kikisan air hujan.  Cabang yang banyak dengan daun yang lebat merupakan kanopi yang baik untuk menahan air hujan, sehingga mengurangi sentakan air hujan yang jatuh ke tanah.  Daun yang gugur pada musim kering, merupakan humus yang dapat menyerap air hujan, sehingga mengurangi air hujan yang merembes mengikis tanah.  Pada lahan miring semak berfungsi menahan kerikil besar dan batu yang mengelinding dihanyutkan oleh air hujan. Diantara kedua jenis semak ini, naungan lamtoro memberikan efek yang lebih bagus daripada gamal terhadap produksi hijauan yang ada dibawahnya. Rumput Bufel yang tidak tahan naungan ditanam dekat dengan lamtoro akan memberikan hasil yang lebih bagus dibandingkan dengan gamal. Hal ini berkaitan dengan perbedaan morfologi daun sehingga jumlah sinar yang dapat dilewatkan lebih banyak oleh lamtoro dibandingkan gamal. 

1.3   Pohon (stratum 3)
Jenis pohon yang dapat dipakai adalah bunut, santen dan waru   Penanaman pohon dilakukan berselang-seling disekeliling batas STS dengan jarak 5 m, kedalaman 50 cm dan lebar 25 cm.  Pohon bunut dan santen sangat tahan terhadap kekeringan dan lahan yang miring karena mempunyai sistem perakaran yang dalam dan kuat.  Perakaran yang dalam sangat menguntungkan karena tidak terjadi kompetisi dengan strata 1 dan 2 .  Produksinya tinggi dan mudah dikembangbiakan.  Sedangkan pohon waru mempunyai daya adaptasi yang sangat bervariasi yaitu dari lahan basah sampai kering.  Produksinya tinggi dan bernilai gizi tinggi.  Pohon waru ditanam pada tempat yang datar karena sistem perakarannya dangkal  dan batangnya berkulit tipis sehingga sangat tergantung pada kadar air tanah. 

1.4  Bagian inti
Pada bagian inti dapat ditanami tanaman pangan/palawija.  Di bawah larikan tanaman semusim, misalnya jagung ditanami tanaman yang berfungsi sebagai penutup tanah karena mempunyai pertumbuhan yang rapat dan rendah, yaitu tanaman leguminosa seperti centrocema pubercens, Pueraria phasoloides dan Arachis prostrate.  Tanaman ini dipotong pada saat tanaman pangan akan ditanam.  Dengan cara ini diharapkan kesuburan lahan akan bertambah karena sumbangan nitrogen dari bintil-bintil akar, sehingga efisiensi manfaat lahan juga meningkat.
C.   Produktivitas Lahan, Hijauan dan Ternak pada Sistem STS
Produksi pakan hijauan STS 91% lebih tinggi dari Sistem Tradisional. Erosi lahan 57% lebih rendah, karena strata 2 dan 3 menahan batu dan kerikil, sedangkan strata 1 menahan tanah. Unsur hara dalam bentuk N 75% lebih tinggi, bahan organik 13% lebih tinggi dan humus 23% lebih tinggi (Nitis et al., 2000). Erosi lahan dan air hujan dapat dikurangi karena perakaran yang kuat dan dalam dari strata 2 dan 3 dapat, daun rimbun dari strata 1, 2 dan 3 dapat menahan abrasi karena sinar matahari dan angin dan ternak yang dikandangkan tidak merusak struktur tanah. STS meningkatkan kesuburan lahan dengan bintil-bintil nitrogen dari tanaman legum, humus dari akar dan daun yang melapuk dan pupuk kandang dari kotoran ternak.

D.   Produksi Hijauan STS
Pertambahan berat badan ternak lebih tinggi pada pemberian pakan dengan hijauan legum yang lebih banyak dibandingkan yang hanya diberikan rumput saja. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pakan hijauan diantaranya: Iklim, tahan, spesies hijauan, dan manajemen.  Pada lahan kering tanaman pangan maka tanaman pangan yang umum berupa palawija (karena padi terutama ditanam disawah), prioritas kedua adalah tanaman holtikultura, dengan demikian hijauan pakan untuk ternak berasal dari limbah pertanian tanaman palawija, gulma, peperduan dan pepohonan. Peperduan yang penting adalah merry gold, lantana camara, kaliandra dan lamtoro, sedangkan pepohonan yang potensial adalah albizia, nangka, mindi dan sebagainya. Hijauan unggul ditanam dibibir teras, lereng teras dan dibatas-batas tanah, juga tebing-tebing dan selokan-selokan serta pinggir-pinggir jalan (Hasnudi et al., 2004). Hasil penelitian Azmi dan Gunawan (2007) yang menerapkan STS dengan ternak kambing bahwa produksi jagung dengan perlakuan kompos 1,89 ton sedangkan tanpa kompos 1,60 ton.

E.   Penyediaan Pakan Sepanjang Tahun
Pada lahan hutan produksi lahan lebih terbuka untuk pengembangan hijauan pakan yaitu : pada periode-periode permulaan, sebagai usaha diversifikasi kehutanan untuk menghasilkan hijauan pakan kualitas unggul (lamtoro, kaliandra, albizia) secara komersial, pengembangan hijauan pakan ditepi-tepi hutan, baik berupa daerah penyangga maupun sekedar sebagai pasar hidup (Hasnudi et al., 2004). Komposisi botani pakan hijuan yang diberikan ternak pada 4 bulan musim hujan sebagian besar terdiri dari rumput dan legum, pada 4 bulan awal musim kering sebagian besar terdiri dari daun semak, sedangkan pada 4 bulan akhir musim kering sebagian besar terdiri dari daun pohon pakan ( Nitis et al., 2000).

F.    Unit Ternak yang Bisa Ditampung Dengan STS
Satuan ternak (ST) merupakan ukuran yang digunakan untuk menggabungkan berat badan ternak dengan jumlah makanan yang dmakan. Kapasitas tampung (Carrying capacity) merupakan jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan kebun hijauan untuk ternak yang dinyatakan (ST)/hektar (Kementrian Pertanian, 2010). Hasil penelitian Azmi dan Gunawan (2007) yang menerapkan STS teknologi integrasi tanaman jagung dan Gamal dengan ternak kambing pejantan PE dengan penerapan model sistem tiga strata meningkatkan Stocking Rate hingga 5 ST dengan tanpa integrasi.

Uraian
Stocking Rate
Tanaman Jagung
Produksi limbah segar pemotongan 3 hari (kg)
Produksi limbah segar 100 hari (kg)
Kebutuhan ransum ransum 100 hari (kg)
Stocking Rate ( ST 50 kg/ekor)
Tanaman Gamal
Produksi limbah segar pemotongan /hari (kg)
Produksi limbah segar 100 hari (kg)
Kebutuhan ransum ransum 100 hari (kg)
Stocking Rate ( ST 50 kg/ekor)
Total Stocking Rate

9
300
75
4

1,5
150
175
0,85
4,85
Tabel. 1. Total Stocking Rate Jagung dan Gamal dalam STS.
Kebutuhan pakan limbah jagung sebanyak 15% dalam ransum perlakuan. Untuk pakan ternak kambing seberat 50 kg/ekor, diperlukan 75 kg limbah jagung segar dalam 100 hari. Stocking Rate sebesar 4 Satuan Ternak. Dengan rata-rata 25-30 batang tanaman Gamal akan tersedia 150 kg selama 100 hari. Stocking Rate yaitu 0,85 ST. Dapat disimpulkan bahwa Sistem integrasi tanaman (jagung dan Gamal) – ternak kambing yang dilaksanakan dalam mampu menampung 4,85 Satuan Ternak kambing seberat 50 kg per ekor. Satu petak STS dapat menampung 1 sapi jantan berat 371 kg atau 1 sapi induk dengan pedet berat sapih atau 6 kambing PE berat 60 kg, dan dengan 12 ekor ayam petelur dan/atau 1 koloni lebah madu (Nitis et al., 2000).

G.  Manfaat Sistem Tiga Strata
Manfaat yang diperoleh dari diterapkannya system tiga strata dalam sistem pertanian yaitu :
·         Meningkatkan ketersediaan HMT baik secara kuantitas maupun kualitas (48 % & 10-18 %)
·         Menyediakan hijauan sepanjang tahun
·         Mempercepat pertumbuhan ternak
·         Mengurangi waktu pemeliharaan ternak
·         Meningkatkan daya tampung ternak
·         Meningkatkan kesuburan tanah
·         Mengurangi/mencegah erosi tanah. Bagian pinggir dan selimut dari STS menahan air hujan untuk tidak mengalir deras. Dengan demikian, maka tanah, kerikil, dan batu- batuan kecil tidak dihanyutkan oleh air. Dengan STS erosi lahan miring dapat dikurangi sebesar 45 %.
·         Pada sistem peternakan tradisional, sapi diikat/digembalakan pada waktu siang hari, sehingga kotorannya tersebar tidak teratur. Pada STS, sapi dikandangkan sehingga kotorannya dapat disebarkan merata pada lahan yang ditentukan.
·         Mengurangi erosi (mengurangi pengikisan tanah 75 – 80 %)
·         Menyediakan kayu api
·         Menyediakan bibit untuk perluasan STS lainnya
·         Memperkuat pagar
·         Merangsang timbulnya kegiatan penunjang
·         Pendapatan petani meningkat
·         Menambah kehijauan dan keindahan lingkungan


III.    PENUTUP
A.   Kesimpulan
Sistem Tiga Strata (STS) adalah integrasi tanaman dan ternak berwawasan lingkungan. Dengan STS produksi tanaman pakan, tanaman pangan, tanaman perkebunan, produksi dan reproduksi ternak, kesuburan lahan dan kelestarian lingkungan dapat ditingkatkan dan memfasilitasi program penghijauan dan reboisasi. Introduksi STS sebagai alternatif penyedia hijauan pakan yang berkesinambungan tanpa mengabaikan kualitas hijauan. Stocking Rate teknologi integrasi tanaman jagung dan Gamal dengan ternak kambing pejantan peranakan etawah (PE) dengan penataan lahan model tiga strata (STS) sebesar 4,84 Satuan Ternak seberat rata-rata 50 kg/ekor.



DAFTAR PUSTAKA
Agus, S. Pedoman Teknis Perluasan Areal Kebun Hijauan Makanan Ternak. Kementrian Pertanian, Jakarta.

Azmi dan Gunawan. 2007. Usaha tanaman-ternak kambing melalui sistem integrasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Bengkulu. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal:523-531.

BPTP. 2011. Budidaya Hijauan Makanan Ternak. Lembang, Jawa Barat.

Hasnudi., S. Umar., dan I. Sembiring. 2004. Kumpulan Konsep Sumbang Saran Untuk Kemajuan Dunia Peternakan Di Indonesia. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Nitis, I. M., K. Lana., dan A. W. Puger. 2000. Pengalaman pengembangan tanaman ternak berwawasan lingkungan di Bali. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Hal: 44-52.



0 komentar:

Posting Komentar

Batman Begins - Diagonal Resize 2

iklan


animasi bergerak naruto dan onepiece