PENGEMBANGAN
PERTANIAN TERPADU
“Manfaat
Sistem Tiga Strata”
OLEH
:
AGIS
CAHYONO. W
L1A1
11 025
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dasawarsa
terakhir ini, manusia mulai memperhatikan masalah kerusakan lingkungan akibat
kegiatan pertanian. Istilah pertanian yang berkelanjutan (sustainable
agriculture), keanekaragaman hayati (biodeversity), sistem pertanian
terpadu (integrated agriculture system), dan pertanian berkelanjutan
dengan masukan teknologi rendah mulai diperhatikan dan dikembangkan di banyak
negara.
Ternak harus
dikembangkan secara terpadu sehingga merupakan bagian dari “pertanian organik”.
Melalui pengolahan tanah yang baik, dapat diketahui kebutuhan hara tanaman
serta kondisi lingkungan dan ekologi dapat diperbaiki dan dilindungi tanpa
harus tergantung pada pupuk kimia dan peptisida. Dengan demikian konsep system tiga strata
(STS) dapat diuji dari sudut keamanannya terhadap manusia, hewan, flora, dan
fauna tanah. Meningkatkan keragaman semua kehidupan, tetapi tetap harmonis
dengan alam, tanpa harus melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
Sistem pertanian
terpadu merupakan kegiatan memadukan pertanian dan peternakan. Salah satu
contoh dari sitem pertanian terpadu adalah Sistem Tiga Strata (STS). Sistem
tiga Strata merupakan suatu cara penanaman serta pemangkasan rumput, leguminosa,
semak, dan pohon sehingga hijauan tersedia sepanjang tahun. Stratum pertama terdiri
dari tanaman rumput potongan dan legume herba/ menjalar (sentro, kalopo,
arachis, dll.) yang disediakan bagi ternak pada musim penghujan. Stratum kedua terdiri
dari tanaman legume perdu/ semak (alfalfa, stylosanthes, desmodium rensonii,
dll.) yang disediakan bagi ternak apabila rumput sudah mulai berkurang
produksinya pada awal musim kemarau. Bagian ini dibagi petak masing-masing 46
meter persegi ( lebar 5 m dan panjang 9 m ). Stratum tiga terdiri dari legume
pohon (gamal, lamtoro, kaliandra, turi, acasia, sengon, waru, dll.) yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai fungsi. Selain untuk pakan pada musim kemarau
panjang, tanaman tersebut juga dapat digunakan sebagai tanaman pelindung dan
pagar kebun hijauan makanan ternak maupun kayu bakar.
Satu unit STS
memerlukan 2.500 meter persegi yang terdiri dari tiga bagian. Yaitu: Bagian
inti yang berada di tengah-tengah dan ditanami tanaman pangan/holtikultura
(1.600 meter persegi). Bagian selimut terletak diantara bagian inti dan tepi.
Bagian selimut ditanami hijauan jenis rumput potong dan leguminosa (900 meter
persegi), Bagian tepi merupakan bagian yang paling luar yang menjadi batas unit
STS yang ditanami pagar hidup dari gamal dan lamtoro jenis kayu (200 meter).
Stratum satu berfungsi sebagai penyedia hijauan bagi ternak. Stratum dua dan
tiga berperan sebagai pagar hidup sehingga ternak tidak mudah menganggu tanaman
inti.
Sistem pertanian tiga
strata umumnya diterapkan pada pertanian lahan kering dengan curah hujan 1.500
mm per tahun dengan 8 bulan musim kering, dan 4 bulan musim hujan, dapat
diterapkan pada pertanian lahan kering dengan topografi yang datar atau miring.
Tujuan pertanaman STS adalah menyediakan hijauan pakan dan menjaga kelestarian
ekosistem sepanjang tahun. Manfaat dari pertanaman STS secara praktikal adalah
meningkatkan ketersediaan dan mutu hijauan, menyediakan hijauan sepanjang
tahun, meningkatkan kesuburan tanah, dan
meningkatkan produktivitas ternak.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui manfaat dari pemanfaat system
3 strata dalam system pertanian terpadu.
Adapun manfaat dari
pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui manfaat dari pemanfaat
system 3 strata dalam system pertanian terpadu.
II. PEMBAHASAN
A. Sistem Tiga Strata (STS)
Sistem tiga strata
diperkenalkan oleh Nitis di Bali. Tanaman rumput dan Leguminosa yang
menjalar digolongkan strata I, leguminosa semak dan perdu digolongkan strata
II, dan leguminosa pohon digolongkan strata III. Penataan setiap strata adalah
sebagai berikut : strata I merupakan berupa pohon ditanam paling luar dengan
jarak sekitar 5 m, strata II berupa
leguminosa semak perdu yang ditanama diantaranya, dan strata III, berupa rumput
ditanam dibawahnya berdekatan dengan bidang untuk tanaman pangan (BPTP, 2011). Usaha
ternak terpadu dengan tanaman yang sering dilakukan antara lain Sistem Tiga
Strata (STS). Sistem tiga strata adalah sistem penanaman dan pemotongan rumput,
leguminosa, semak dan pohon sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang
tahun (Azmi et al., 2007).
B. Strategi Penanaman STS Dalam
Meningkatkan Efisiensi Manfaat Lahan
STS merupakan sistem
penanaman rumput/leguminosa, semak dan pohon pada satu areal secara
tercampur. STS dapat diterapkan pada lingkungan yang beragam, oleh karena itu jenis
hijauan yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya..
Misalnya untuk lahan kering akan
berbeda dengan yang untuk lahan basah ataupun
lahan perkebunan. Berikut
disampaikan strategi penanaman STS pada lahan kering dengan tujuan meningkatkan
efisiensi manfaat lahan.
1.1
. Rumput dan leguminosa (stratum 1)
Rumput unggul yang
dapat dipakai adalah buffel, Panicum
dan Urokloa, sedangkan legumnya
adalah Stelo verano dan Centrocema. Jenis rumput dan legume unggul ini tahan
terhadap kekeringan. Rumput dan legume
ditanam selang seling berkeliling pada pinggiran petak dan ditanam berlarik. Pada bagian selimut ini dibuat petak-petak
berukuran panjang 9 m dan lebar 5 m.
Pada petak-petak ini dibuat larikan berjarak 10 cm dengan kedalaman 1 cm
untuk ditanami biji rumput dan legume.
Larikan dibuat tegak lurus dengan kemiringan lahan sehingga biji tanaman
tidak dihanyutkan air hujan.
Rumput Panicum ditanam dekat Centrocema karena Panicum yang tumbuh tegak merupakan panjatan bagi centrocema yang
menjalar.
Panikum dan centro dapat ditanam dekat pagar karena tahan terhadap
naungan. Selain itu centro dapat juga ditanam di pagar karena sifatnya yang tahan
naungan dan membelit. Rumput bufel dan urokloa tumbuh bagus di daerah terbuka, karena tidak tahan
naungan. Oleh karena itu ditanam jauh
dari pagar.± 2,5 m atau lebih dari pagar (Suarna, 1990). Jenis legume stylo verano jangan ditanam di dekat pagar karena tidak tahan
naungan. Untuk mendapatkan produksi yang
tinggi stylo verano ditanam dekat centrocema karena fiksasi N oleh centrocema akan berpengaruh positif
terhadap stylo verano. Kehadiran
legume pada STS sangat penting karena pada akar legume dijumpai adanya
bintil-bintil zat lemas (nodul akar) yang mengandung bakteri yang dapat
memfiksasi N atmosfer sehingga dapat menambah kesuburan lahan.
1.2 Semak
(stratum 2)
Semak
yang dapat dipakai adalah gamal dan lamtoro. Kedua jenis semak ini tahan
kekeringan, produksi tingginya, bernilai gizi tinggi dan mudah dikembangbiakan.
Cara penanamannya adalah ditanam berselang-seling sebagai pagar dari petak
dengan jarak 10 cm, Perkembangbiakan gamal dilakukan dengan stek. Gamal ditanam dengan kedalaman 25 cm dan
lebar 25 cm. Sedangkan lamtoro yang ditanam adalah bijinya, sedalam 5 cm. Gamal
dan lamtoro mempunyai perakaran yang dalam, lebat dan kuat sehingga dapat
menahan tanah dan kerikil dari kikisan air hujan. Cabang yang banyak dengan daun yang lebat
merupakan kanopi yang baik untuk menahan air hujan, sehingga mengurangi
sentakan air hujan yang jatuh ke tanah.
Daun yang gugur pada musim kering, merupakan humus yang dapat menyerap
air hujan, sehingga mengurangi air hujan yang merembes mengikis tanah. Pada lahan miring semak berfungsi menahan
kerikil besar dan batu yang mengelinding dihanyutkan oleh air hujan. Diantara
kedua jenis semak ini, naungan lamtoro memberikan efek yang lebih bagus
daripada gamal terhadap produksi hijauan yang ada dibawahnya. Rumput Bufel yang
tidak tahan naungan ditanam dekat dengan lamtoro akan memberikan hasil yang
lebih bagus dibandingkan dengan gamal. Hal ini berkaitan dengan perbedaan
morfologi daun sehingga jumlah sinar yang dapat dilewatkan lebih banyak oleh
lamtoro dibandingkan gamal.
1.3 Pohon
(stratum 3)
Jenis
pohon yang dapat dipakai adalah bunut, santen dan waru Penanaman pohon dilakukan berselang-seling
disekeliling batas STS dengan jarak 5 m, kedalaman 50 cm dan lebar 25 cm. Pohon bunut dan santen sangat tahan terhadap
kekeringan dan lahan yang miring karena mempunyai sistem perakaran yang dalam
dan kuat. Perakaran yang dalam sangat
menguntungkan karena tidak terjadi kompetisi dengan strata 1 dan 2 . Produksinya tinggi dan mudah dikembangbiakan. Sedangkan pohon waru mempunyai daya adaptasi
yang sangat bervariasi yaitu dari lahan basah sampai kering. Produksinya tinggi dan bernilai gizi tinggi. Pohon waru ditanam pada tempat yang datar
karena sistem perakarannya dangkal dan
batangnya berkulit tipis sehingga sangat tergantung pada kadar air tanah.
1.4 Bagian inti
Pada
bagian inti dapat ditanami tanaman pangan/palawija. Di bawah larikan tanaman semusim, misalnya
jagung ditanami tanaman yang berfungsi sebagai penutup tanah karena mempunyai
pertumbuhan yang rapat dan rendah, yaitu tanaman leguminosa seperti centrocema pubercens, Pueraria phasoloides dan
Arachis prostrate. Tanaman ini dipotong pada saat tanaman pangan
akan ditanam. Dengan cara ini diharapkan
kesuburan lahan akan bertambah karena sumbangan nitrogen dari bintil-bintil
akar, sehingga efisiensi manfaat lahan juga meningkat.
C. Produktivitas Lahan, Hijauan dan Ternak pada
Sistem STS
Produksi pakan hijauan
STS 91% lebih tinggi dari Sistem Tradisional. Erosi lahan 57% lebih rendah,
karena strata 2 dan 3 menahan batu dan kerikil, sedangkan strata 1 menahan
tanah. Unsur hara dalam bentuk N 75% lebih tinggi, bahan organik 13% lebih
tinggi dan humus 23% lebih tinggi (Nitis et al., 2000). Erosi lahan dan air
hujan dapat dikurangi karena perakaran yang kuat dan dalam dari strata 2 dan 3
dapat, daun rimbun dari strata 1, 2 dan 3 dapat menahan abrasi karena sinar matahari
dan angin dan ternak yang dikandangkan tidak merusak struktur tanah. STS
meningkatkan kesuburan lahan dengan bintil-bintil nitrogen dari tanaman legum, humus
dari akar dan daun yang melapuk dan pupuk kandang dari kotoran ternak.
D. Produksi Hijauan STS
Pertambahan berat badan ternak lebih
tinggi pada pemberian pakan dengan hijauan legum yang lebih banyak dibandingkan
yang hanya diberikan rumput saja. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
pakan hijauan diantaranya: Iklim, tahan, spesies hijauan, dan manajemen. Pada lahan kering tanaman pangan maka tanaman
pangan yang umum berupa palawija (karena padi terutama ditanam disawah),
prioritas kedua adalah tanaman holtikultura, dengan demikian hijauan pakan
untuk ternak berasal dari limbah pertanian tanaman palawija, gulma, peperduan
dan pepohonan. Peperduan yang penting adalah merry gold, lantana camara, kaliandra
dan lamtoro, sedangkan pepohonan yang potensial adalah albizia, nangka, mindi
dan sebagainya. Hijauan unggul ditanam dibibir teras, lereng teras dan
dibatas-batas tanah, juga tebing-tebing dan selokan-selokan serta
pinggir-pinggir jalan (Hasnudi et al.,
2004). Hasil penelitian Azmi dan Gunawan (2007) yang menerapkan STS dengan
ternak kambing bahwa produksi jagung dengan perlakuan kompos
1,89 ton sedangkan tanpa kompos 1,60 ton.
E. Penyediaan Pakan Sepanjang Tahun
Pada lahan
hutan produksi lahan lebih terbuka untuk pengembangan hijauan pakan yaitu :
pada periode-periode permulaan, sebagai usaha diversifikasi kehutanan untuk
menghasilkan hijauan pakan kualitas unggul (lamtoro, kaliandra, albizia) secara
komersial, pengembangan hijauan pakan ditepi-tepi hutan, baik berupa daerah
penyangga maupun sekedar sebagai pasar hidup (Hasnudi et al., 2004). Komposisi botani pakan hijuan yang
diberikan ternak pada 4 bulan musim hujan sebagian besar terdiri dari rumput
dan legum, pada 4 bulan awal musim kering sebagian besar terdiri dari daun
semak, sedangkan pada 4 bulan akhir musim kering sebagian besar terdiri dari
daun pohon pakan ( Nitis et al.,
2000).
F.
Unit Ternak yang Bisa Ditampung Dengan STS
Satuan ternak (ST) merupakan ukuran yang
digunakan untuk menggabungkan berat badan ternak dengan jumlah makanan yang
dmakan. Kapasitas tampung (Carrying capacity) merupakan jumlah hijauan makanan
ternak yang dapat disediakan kebun hijauan untuk ternak yang dinyatakan
(ST)/hektar (Kementrian Pertanian, 2010). Hasil penelitian Azmi dan Gunawan
(2007) yang menerapkan STS teknologi integrasi tanaman jagung
dan Gamal dengan ternak kambing pejantan PE dengan penerapan model sistem tiga
strata meningkatkan Stocking Rate hingga 5 ST dengan tanpa integrasi.
Uraian
|
Stocking Rate
|
Tanaman Jagung
Produksi
limbah segar pemotongan 3 hari (kg)
Produksi
limbah segar 100 hari (kg)
Kebutuhan
ransum ransum 100 hari (kg)
Stocking Rate ( ST 50 kg/ekor)
Tanaman Gamal
Produksi
limbah segar pemotongan /hari (kg)
Produksi
limbah segar 100 hari (kg)
Kebutuhan
ransum ransum 100 hari (kg)
Stocking Rate ( ST 50 kg/ekor)
Total Stocking Rate
|
9
300
75
4
1,5
150
175
0,85
4,85
|
Tabel. 1.
Total Stocking Rate Jagung dan Gamal
dalam STS.
Kebutuhan pakan limbah jagung sebanyak 15% dalam
ransum perlakuan. Untuk pakan ternak kambing seberat 50 kg/ekor, diperlukan 75
kg limbah jagung segar dalam 100 hari. Stocking Rate sebesar 4 Satuan Ternak.
Dengan rata-rata 25-30 batang tanaman Gamal akan tersedia 150 kg selama 100
hari. Stocking Rate yaitu 0,85 ST. Dapat disimpulkan bahwa Sistem integrasi
tanaman (jagung dan Gamal) – ternak kambing yang dilaksanakan dalam mampu
menampung 4,85 Satuan Ternak kambing seberat 50 kg per ekor. Satu petak STS
dapat menampung 1 sapi jantan berat 371 kg atau 1 sapi induk dengan pedet berat
sapih atau 6 kambing PE berat 60 kg, dan dengan 12 ekor ayam petelur dan/atau 1
koloni lebah madu (Nitis et al.,
2000).
G. Manfaat Sistem Tiga Strata
Manfaat yang diperoleh
dari diterapkannya system tiga strata dalam sistem pertanian yaitu :
·
Meningkatkan ketersediaan HMT baik secara
kuantitas maupun kualitas (48 % & 10-18 %)
·
Menyediakan hijauan sepanjang tahun
·
Mempercepat pertumbuhan ternak
·
Mengurangi waktu pemeliharaan ternak
·
Meningkatkan daya tampung ternak
·
Meningkatkan kesuburan tanah
·
Mengurangi/mencegah
erosi tanah. Bagian pinggir dan selimut dari STS menahan air hujan untuk tidak
mengalir deras. Dengan demikian, maka tanah, kerikil, dan batu- batuan kecil
tidak dihanyutkan oleh air. Dengan STS erosi lahan miring dapat dikurangi
sebesar 45 %.
·
Pada
sistem peternakan tradisional, sapi diikat/digembalakan pada waktu siang hari,
sehingga kotorannya tersebar tidak teratur. Pada STS, sapi dikandangkan
sehingga kotorannya dapat disebarkan merata pada lahan yang ditentukan.
·
Mengurangi erosi (mengurangi pengikisan
tanah 75 – 80 %)
·
Menyediakan kayu api
·
Menyediakan bibit untuk perluasan STS
lainnya
·
Memperkuat pagar
·
Merangsang timbulnya kegiatan penunjang
·
Pendapatan petani meningkat
·
Menambah kehijauan dan keindahan
lingkungan
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem Tiga Strata
(STS) adalah integrasi tanaman dan ternak berwawasan lingkungan. Dengan STS
produksi tanaman pakan, tanaman pangan, tanaman perkebunan, produksi dan reproduksi
ternak, kesuburan lahan dan kelestarian lingkungan dapat ditingkatkan dan memfasilitasi
program penghijauan dan reboisasi. Introduksi STS sebagai alternatif penyedia
hijauan pakan yang berkesinambungan tanpa mengabaikan kualitas hijauan. Stocking
Rate teknologi integrasi tanaman jagung dan Gamal dengan ternak kambing
pejantan peranakan etawah (PE) dengan penataan lahan model tiga strata (STS)
sebesar 4,84 Satuan Ternak seberat rata-rata 50 kg/ekor.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus,
S. Pedoman Teknis Perluasan Areal Kebun Hijauan Makanan Ternak. Kementrian
Pertanian, Jakarta.
Azmi
dan Gunawan. 2007. Usaha tanaman-ternak kambing melalui sistem integrasi. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Bengkulu. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Hal:523-531.
BPTP.
2011. Budidaya Hijauan Makanan Ternak. Lembang, Jawa Barat.
Hasnudi.,
S. Umar., dan I. Sembiring. 2004. Kumpulan Konsep Sumbang Saran Untuk Kemajuan
Dunia Peternakan Di Indonesia. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Nitis,
I. M., K. Lana., dan A. W. Puger. 2000. Pengalaman pengembangan tanaman ternak
berwawasan lingkungan di Bali. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Seminar Nasional Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak. Hal: 44-52.
0 komentar:
Posting Komentar