WELCOME TO MY BLOG
| | | | |
TEGAKKAN SYARI'AH DAN KHILAFAH ISLAMIYAH

Senin, 03 Agustus 2015

Teknologi Reproduksi



Teknologi Prosessing Semen
Pemanfaatan teknologi sexing spermatozoa merupakan salah satu pilihan yang tepat dalam rangka peningkatan efisiensi reproduksi ternak yang mampu meningkatkan efisiensi usaha peternakan baik dalam skala peternakan rakyat maupun dalam skala peternakan komersial. Salah satu sasaran dalam bidang reproduksi ternak adalah memproduksi anak yang mempunyai jenis kelamin sesuai dengan keinginan peternak.
Sebagai contoh, peternak sapi perah lebih mengharapkan sapi betina dari suatu kelahiran daripada sapi jantan, sebaliknya peternak sapi potong lebih mengharapkan kelahiran sapi jantan dari pada sapi betina. Berbagai penelitian yang telah dilakukan untuk mengontrol jenis kelamin anak ternak dari suatu kelahiran agar sesuai dengan keinginan peternak. Penelitian dimulai dengan pengkondisian saluran reproduksi ternak betina agar lingkungan itu menjadi lebih baik bagi spermatozoa X daripada spermatozoa Y atau sebaliknya. Selanjutnya pemisahan spermatozoa X dan spermatozoa Y sebelum dilakukan IB atau IVF (In Vitro Fertilization).
Keberadaan spermatozoa dalam proses pembentukan jenis kelamin pada kebanyakan makhluk hidup khususnya mamalia, mempunyai arti penting, karena spermatozoa menentukan jenis kelamin seekor ternak. Proses ini melibatkan penggabungan antara kromosom seks yang dibawa oleh spermatozoa dan kromosom seks yang dibawa oleh ovum (sel telur). Berdasarkan kromosom seks yang dibawanya, spermatozoa pada mamalia dapat dibedakan atas spermatozoa pembawa kromosom X (spermatozoa X) dan spermatozoa pembawa kromosom Y (spermatozoa Y).
Dalam suatu perkawinan, apabila spermatozoa Y yang berhasil membuahi telur, anak yang akan dilahirkan adalah jantan, dengan komposisi kromosom secara normal yaitu XY. Hal ini terjadi karena dalam proses pembentukan jenis kelamin, spermatozoa Y yang mengandung gen Testis Determining Factor (tidak dimiliki oleh spermatozoa X) akan mengarahkan pertumbuhan gonad primordial untuk membentuk testes. Selanjutnya, testes (sel-sel Sertoli) akan menghasilkan hormon Anti Mullerian Duct factor yang dapat meregresi pertumbuhan Mullerian duct, sehingga saluran reproduksi betina (oviduct, uterus, cervix dan vagina) tidak terbentuk. Selain itu, testes (sel-sel Leydig) juga mensekresikan hormon testosteron yang menyebabkan maskulinisasi pada foetus dan membantu dalam proses pembentukan penis dan scrotum serta merangsang pertumbuhan Wollfian duct untuk membentuk epididymus, vas deferens, dan seminal vesicle. Sebaliknya jika spermatozoa X yang berhasil membuahi sel telur, maka akan dilahirkan anak betina dengan komposisi kromosom yang normal, yaitu XX.
Ketidakhadiran gen testes determining factor akan menyebabkan gonad primordial berubah menjadi ovarium. Selanjutnya ovarium (sel-sel granulosa dan sel-sel theca) akan mensekresesikan hormon estrogen yang merangsang pertumbuhan Mullerian duct untuk membentuk saluran reproduksi betina (Gilbert, 1988 dalam Saili dkk., 1998).

Pemisahan Spermatozoa
Beberapa metode pemisahan spermatozoa yang dapat dilakukan adalah menggunakan kolom albumin, kecepatan sedimentasi, sentrifugasi dengan gradient densitas percoll, motilitas dan pemisahan elektroforesis, isoelectric focusing, teknik manipulasi hormonal, H-Y antigen, flow sorting, dan metode penyaringan menggunakan kolom Sephadex. Metode yang dianggap paling valid diantara beberapa metode tersebut adalah metode kolom albumin dan metode penyaringan menggunakan kolom Shepadex (Saili dkk., 1998).
Perbedaan potensial antara spermatozoa X dan Y adalah kandungan DNA, sensitivitas pH dan perbedaan morphologi kepala serta motilitas. Perbedaan yang utama adalah kontribusi dari kromosom seksnya, yaitu spermatozoa X mengandung kromatin lebih banyak pada inti spermatozoa yang terdapat dalam kepalanya, sehingga ukuran kepala spermatozoa X lebih besar. Spermatozoa Y ukuran kepalanya kepalanya lebih kecil, lebih ringan dan lebih pendek dibandingkan spermatozoa X, sehingga spermatozoa Y lebih cepat dan lebih banyak bergerak serta kemungkinan mengandung materi genetik dan DNA lebih sedikit dibandingkan dengan spermatozoa X.
Pemisahan Spermatozoa dengan Metode Kolom Bovine Serum Albumin (BSA). Pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menggunakan metode kolom yang mengandung larutan BSA didasarkan pada perbedaan motilitas (kecepatan pergerakan) antara spermatozoa X dan Y dalam menembus larutan yang mengandung BSA.
Pemisahan spermatozoa dilakukan dengan cara memasukan sampel semen ke dalam kolom yang berisi larutan BSA. Kolom yang digunakan dilengkapi dengan kran pada masing-masing bagian (atas dan bawah) untuk memudahkan pengambilan semen pada setiap bagian proses pemisahan. Sedangkan larutan BSA yang digunakan mengandung campuran Tris (hydroxy-methyl aminomethan), asam sitrat, fruktosa, BSA dan aquades. Sampel semen dibiarkan selama kurang lebih dua jam untuk mengendap. Pada proses ini diharapkan spermatozoa Y akan bergerak lebih cepat menembus larutan BSA, karena memiliki bentuk dan ukuran yang lebih kecil dan kandungan DNA nya lebih sedikit dibanding spermatozoa X. Selanjutnya semen bagian bawah dan atas diambil dengan cara memutar kran pada masing-masing bagian dan ditampung dengan menggunakan tabung sentrifuge. Sentrifuge masing-masing bagian semen pada kecepatan 2.800 – 3.200 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan endapan semen yang bersih, sedangkan supernatannya dibuang. Endapan semen tersebut selanjutnya diencerkan kembali dengan menggunakan jenis pengencer awal, kemudian disentrifugasi untuk mendapatkan endapan semen yang lebih bersih. Hasil sentrifugasi selanjutnya diencerkan dengan menggunakan pengencer yang mengandung Tris, glukosa, asam sitrat, kuning telur, dan aquades dengan perbandingan sama 1 : 1.
Tabel: Gambaran Perbedaan Spermatozoa X dan Y
Karakteristik
Sperma X
Sperma Y
Bentuk
Lebih bulat
Lebih ramping
Ukuran
3% lebih gemuk
Lebih kurus
Gerak
Lebih lambat
Lebih cepat
Umur
Lebih lama
± 24 jam
Ukuran kromosom
Lebih besar
Lebih kecil

Pemisahan Spermatozoa
Pemisahan spermatozoa adalah upaya untuk mengubah perolehan spermatozoa yang berkromosom jenis X atau Y dengan metode tertentu, sehingga berubah dari proporsi normal (rasio alamiah), 50% : 50%. Secara umum, proporsi perbandingan spermatozoa X dan Y dalam satu ejakulat semen adalah seimbang (50 : 50).
Dengan tehknik sexing maka komposisi tersebut dapat dimodifikasi sexing spermatozoa X dan Y didasarkan atas perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing jenis spermatozoa antara lain kandungan DNA. Ukuran spermatozoa, motilitas, muatan permukaan serta fluoresensi kromosom. Spermatozoa Xmengandung kromatin lebih banyak daripada sperma Y sehingga ukuran kepalanya lebih besar daripada spermatozoa Y (Hafez, 2000), selain itu spermatozoa X mengandung DNA 3,8% lebih banyak dari pada Y (Garner dan Seidel, 2000).seperti hanya menurut Saili et al (1999) bahwa perbedaan potensial spermatozoa X da Y adalah kandungan DNA, sensitivitas pH dan perbedaan morfologi kepala serta motilitas.
            Perbedaan yang utama adalah kontribusi dari kromosom seksnya, yaitu spermatozoa X mengandung kromatin lebih banyak pada inti spermatozoa yang terdapat dalam kepalanya, sehingga ukuran kepala spermatozoa X lebih besar. Spermatozoa Y ukuran kepalanya lebih kecil, lebih ringan dan lebih pendek dibandingkan spermatozoa X, sehingga spermatozoa Y lebih cepat dan llebih banyak bergerak serta kemungkinan mengandung materi genetic dan DNA lebih sedikit dibandingkan spermatozoa X
Beberapa metode pemisahan spermatozoa yang dapat dilakukan adalah menggunakan kolom albumin, kecepatan sedimentasi, sentrifugasi dengan gradient densitas percoll, motilitas dan pemisahan elektroforesisisoelectric focusing, teknik manipulasi hormonal, H-Y antigenflow sorting, dan metode penyaringan menggunakan kolom Sephadex. Metode yang dianggap paling valid diantara beberapa metode tersebut adalah metode kolom albumin dan metode penyaringan menggunakan kolom Shepadex (Saili dkk., 1998).
Prinsip pemisahan spermatozoa dengan serum albumin (bovine serum albumin atau human serum albumin) adalah didasarkan pada kecepatan motilitas spermatozoa, dimana spermatozoa yang mempunyai motilitas tinggi atau spermatozoa pembawa kromosom Y akan lebih awal menembus media pemisah albumin yang lebih pekat (Maxwell et al., 1984). Putih telur dari telur ayam dapat digunakan sebagai albumin alternatif pengganti BSA (bovine serum albumin) dalam proses pemisahan spermatozoa dan dianggap cukup layak untuk digunakan.
Pemisahan spermatozoa dengan menggunakan kolom albumin dari putih telur ayam kampung telah dilakukan oleh Saili (1999) dan metode ini mudah sekali diterapkan di lapang karena putih telur mudah diperoleh dan terjangkau. Kombinasi medium pemisah yang digunakan adalah konsentrasi 10 persen albumin telur pada lapisan atas dan 30 persen pada lapisan bawah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, konsentrasi albumin 10 persen dan 30 persen mampu mengubah proporsi perolehan spermatozoa dari kondisi alamiah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pancahastana (1999) menunjukkan bahwa pemisahan spermatozoa dengan putih telur diperoleh rata-rata persentase spermatozoa Y pada lapisan atas adalah 36,80 ± 8,06 dan untuk lapisan bawah yaitu 77,20 ± 4,09.

Tahap Pemisahan Spermaozoa dengan putih telur
Sebelum dilakukan proses pemisahan spermatozoa terlebih dahulu dilakukan penampungan dan pemeriksaan kualitas semen segar pejantan sapi PO (bergigi seri tetap I-2, bobot badan 530 kg) yang meliputi volume, warna, konsistensi, pH, gerakan massa, motilitas, persentase spermatozoa hidup, konsentrasi spermatozoa dengan hasil sesuai standar untuk proses pembuatan semen cair yaitu motilitas >70%, gerakan massa > ++, sperma hidup > 70%, konsentrasi sperma > 500 (juta/ml).
Selanjutnya dilakukan proses pemisahan spermatozoa sebagai berikut:
1.      Membuat larutan putih telur dengan konsentrasi 30 dan 10%.
2.      Memasukkan larutan putih telur (konsentrasi 30 dan 10%) masing-masing sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi (dimulai dari konsentrasi 30% kemudian 10%, secara perlahan melalui dinding tabung.
3.      Membuat larutan pengencer tris aminomethan kuning telur 10%.
4.      Membuat pengenceran semen segar dengan perbandingan pengencer dan semen 2 : 3.
5.      Semen yang telah diencerkan dimasukkan sebanyak 2 ml ke dalam tabung yang berisi 2 lapisan putih telur melalui dinding tabung; lalu diinkubasikan selama 20 menit pada suhu kamar.
6.      Pengambilan lapisan bagian atas sebanyak 2 ml; lapisan bagian bawah sebanyak 2 ml; masing-masing dimasukkan dalam tabung yang berisi 3 ml pengencer.
7.      Memasukkan tabung yang berisi lapisan atas dan bawah ke dalam centrifuge dan diputar selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
8.      Supernatannya dibuang sebanyak 3 ml dan disisakan 2 ml kemudian diuji kualitasnya dan diidentifikasi spermatozoa X dan Y (berdasarkan ukuran besar kepala spermatozoa).
9.      Setelah diketahui konsentrasi dari masing-masing lapisan (atas dan bawah), maka dilakukan penghitungan jumlah volume pengencer yang harus ditambahkan.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Gradient Albumin
Teknologi yang dapat dengan mudah diaplikasikan antara lain teknologi pemisahan dengan menggunakan serum albumin dan sephadex (Beernink, 1985). Namun, teknologi pemisahan ini masih belum optimum karena disamping menggunakan zat kimia yang cukup mahal, pemutaran sperma, sedikitnya volume yang digunakan dan juga diperlukan waktu yang lama, mengakibatkan motilitas sperma menjadi rendah.
Putih telur dari telur ayam dapat digunakan sebagai albumin alternatif pengganti BSA (bovine serum albumin) dalam proses pemisahan spermatozoa dan dianggap cukup layak untuk digunakan. Selain mudah terjangkau dan murah, putih telur juga cukup efektif memisahkan spermatozoa X dan Y (SailI, 1999). Senyawa metilxantina, seperti kafeina, theophylline dan IMX (3-isobutil-1-metilxantina) merupakan zat kimia yang mempunyai fungsi sebagai inhibitor phospho diest erase (PDE) dalam rantai cAMP. Inhibitor tersebut banyak digunakan dalam upaya meningkatkan motilitas dan velocity/kecepatan serta mempertahankan.
Seleksi jenis kelamin dengan menggunakan albumen (putih telur) merupakan metode yang mudah diaplikasikan di lapang. Selain mudah pelaksanaannya juga bahannya mudah diperoleh dan murah harganya. Hasil penelitian Pamungkas et al. (2003) menyatakan bahwa pemisahan kromosom X dan Y dengan menggunakan medium gradien putih telur pada imbangan tris buffer : semen = 1 : 0,5 menunjukkan hasil motilitas lebih dari 40% dan mampu bertahan hingga 6 hari pada suhu 5°C dengan fraksi atas menunjukkan motilitas 53,75%. Susilawati (2002a) melaporkan bahwa penggunaan putih telur cukup efektif sebagai bahan pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menghasilkan spermatozoa Y proporsi bawah sebesar 75,8 ± 13%; demikian pula hasil pemisahan spermatozoa dengan menggunakan gradien putih telur yang di IB-kan pada sapi PO memperoleh kebuntingan 40% (Susilawati, 2002).
Jadi, walaupun teknologi pemisahan sperma dengan metode kolom albumin merupakan metode yang murah dan mudah dilakukan, namun keberhasilan pemisahan sperma ini belum optimum karena volume yang digunakan, perlakuan sentrifugasi dan penambahan putih telur sebagai media pemisahan dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa.

                                                                                      

0 komentar:

Posting Komentar

Batman Begins - Diagonal Resize 2

iklan


animasi bergerak naruto dan onepiece