Pada tahun 1980-an, Indonesia membutuhkan
banyak sekali sel jaringan manusia. Misalnya, membran amnion (selaput plasenta
bayi) yang dapat membantu merangsang pertumbuhan kulit pada luka bakar.
Atau sel jaringan tulang yang
bisa mempercepat proses penyambungan tulang patah akibat kecelakaan. Namun,
saat itu belum ada satu pun lembaga yang memproduksi sel jaringan di Indonesia,
apalagi dengan sterilisasi radiasi.
Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, Indonesia kerap mengimpor sel jaringan dari luar negeri, dengan harga
yang jauh lebih mahal.
Nazly Hilmi, seorang perempuan
kelahiran Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam, tergerak hatinya untuk mengatasi
masalah ini. Nazly adalah ilmuwan yang bekerja di IAEA (International Atomic
Energy Agency) sejak tahun 1976. Beliau mempunyai banyak pengalaman mengelola
proyek-proyek IAEA sejak tahun 1976, diantaranya adalah proses sterilisasi
radiasi atau menyeterilkan alat kesehatan dengan radiasi, dengan satu alat yang
disebut iridiator. Iridator ini sangat diperlukan untuk mensterilisasi sel-sel
jaringan manusia. Saat itu, Batan (Badan Tenaga Nuklir) hanya memiliki empat
iridiator. Untuk memperbanyak iridator, Batan segera mengalihkan teknologinya
ke pihak swasta di Cibitung, Bekasi
Pada tahun 1983, setelah
peralatan sudah siap dan lengkap, percobaan sterilisasi radiasi produk jaringan
mulai dilakukan. Akhirnya pada tahun 1989, bank jaringan pertama di Indonesia
pun resmi didirikan oleh Pusat Aplikasi Teknologi Isotop Badan Tenaga Nuklir
(Batan). Dan Nazly Hilmi dinobatkan sebagai pelopor berdirinya bank jaringan di
Indonesia.
Bank jaringan adalah organisasi
kesehatan nirlaba, yang bertujuan untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan
mensterilkan sel jaringan tubuh manusia. Oleh sebab itu, produk sel jaringan
yang dihasilkan tidak diperjualbelikan. Penerima hanya berkewajiban mengganti
biaya screening.
Selain Batan, saat ini RSUD dr
Soetomo Surabaya dan RS Dr M. Djamil Padang sudah memiliki bank jaringan. Dalam
perkembangannya, bank jaringan bukan hanya menerima donor sel jaringan, tapi
juga donor organ, sejauh tidak mengidap penyakit berbahaya seperti : hepatitis,
TBC, atau kanker. Saat ini bank jaringan kerap kekurangan pendonor. Bukan hanya
pendonor sel jaringan, tapi juga pendonor organ. Padahal, di negara-negara
maju, seperti Amerika, warga tak segan memutuskan menjadi pendonor.
Lantaran pendonor amat minim,
bank jaringan RSUD dr Soetomo Surabaya dan Batan sejak tahun 2000 lalu
mendirikan Asosiasi Bank Jaringan Indonesia, dengan Nazly Hilmi sebagai wakil
ketua. Selain itu, bank jaringan juga telah mengadakan penelitian untuk
memproses tulang sapi sebagai
pengganti tulang manusia. Penelitian itu cukup berhasil. Ke depan, pengembangan
tulang sapi sebagai pengganti tulang manusia akan semakin
sering dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar